FPKB DPR Usul Pilpres Digelar Setelah Pileg 2024

Laporan: Ria
Kamis, 28 Januari 2021 | 20:36 WIB
Yanuar Prihatin, anggota Komisi II DPR RI dari FPKB,
Yanuar Prihatin, anggota Komisi II DPR RI dari FPKB,

sinpo, JAKARTA, Jika presidential threshold masih digunakan pada pemilu 2024, maka pelaksanaan pemilihan presiden/wakil presiden (pilpres) seyogyanya dilakukan setelah pemilu legislatif (pileg), dan setiap partai sudah mengetahui perolehan suara dan kursi di DPR yang ditetapkan KPU.

Dengan demikian, ambang batas perolehan suara dan kursi yang diperoleh partai politik untuk mengajukan calon presiden/wakil presiden bersumber dari hasil pemilu legislatif yang terbaru, bukan hasil pemilu 2019," tegas Yanuar Prihatin, anggota Komisi II DPR RI dari FPKB, Kamis (28/1). Menurut Yanuar, alasannya bersifat fundamental. Dimama hasil pemilu 2019 itu sudah usang, dan tidak bisa dijadikan dasar lagi untuk memastikan bahwa hasil pemilu legislatif 2024 akan sama persis dengan pemilu 2019.

"Bisa saja terjadi hal tidak terduga di pemilu 2024. Jika hasil pemilu 2019 dijadikan dasar untuk presidential threshold, lantas bagaimana jika partai pengusung anjlok kursinya di DPR dalam pemilu 2024? Sementara calon presiden/wakil presiden yang diusungnya terpilih sebagai pemenang? Tentu ini akan mengganggu sistem presidensial yang dianut karena dukungan presiden di parlemen menjadi terbatas," jelas Yanuar.

Ia mengingatkan bahwa DPR harus memberikan perlakuan yang adil kepada semua partai politik yang menjadi peserta pemilu legilatif. "Jika presidential threshold bersumber pada hasil pemilu legislatif 2024, maka semua partai politik mendapat perlakuan dan kesempatan yang sama untuk mengajukan calon presiden/wakil presiden," katanya.

Semua partai harus berjuang keras memperoleh kursi sebanyak-banyaknya dalam pemilu 2024 jika akan menjadi pengusung kandidat presiden/wakil presiden. Tapi kata Ketua DPP PKB itu, jika presidential threshold bersumber pada pemilu 2019, maka kesempatan mengajukan calon presiden/wakil presiden hanya dimiliki oleh partai besar.

Apalagi partai politik baru, otomatis tak berpeluang memiliki kandidat presiden. Padahal lanjut dia, tidak ada jaminan partai besar ini akan memperoleh kursi yang banyak pula pada pemilu 2024.

Dikatakan, pola yang sama semestinya berlaku pula untuk pelaksanaan pilkada. Calon gubernur/bupati/walikota diajukan oleh partai politik yang memenuhi syarat berdasar hasil pemilu legislatif paling terbaru. Pilkada dilaksanakan setelah pemilu legislatif usai, dan hasilnya sudah ditetapkan KPU.

RUU Pemilu yang tengah dibahas di DPR saat ini menurut Yanuar, perlu mendesign ulang pola keserentakan pemilu yang akan dipilih. Pemilu legislatif seyogyanya tidak dicampur dengan pemilu eksekutif secara bersamaan. Sehingga, Pemilu DPR, DPD, DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota berjalan serentak lebih awal. Baru kemudian disusul Pilpres dan pilkada.

"Khusus untuk Pilkada design keserentakannya harus diharmonisasi ulang dengan jadwal Pilkada yang sudah ada agar problem-problem teknis dan kekosongan jabatan kepala daerah bisa diatasi dengan tepat," pungkasnya.       

BERITALAINNYA
BERITATERKINI