BPIP Ingatkan Kebhinekaan "Senjata" Kemajemukan Dunia Pendidikan
sinpo, JAKARTA - Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim melakukan pengawasan terhadap regulasi yang melarang pihak sekolah, mengeluarkan kebijakan yang diskriminatif.
Hal yang disampaikan pria yang akrab disapa Romo Benny ini, terkait dengan pihak sekolah SMKN 2 Padang yang mewajibkan anak didiknya yang non muslim mengenakan jilbab.
"Paling penting di sini adalah pengawasan. Regulasi sebaik dan setegas apapun apabila tanpa pengawasan akan percuma," kata Benny (25/01/2021)
Menurutnya pernyataan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim yang melarang tindakan diskriminatif di lingkungan sekolah, harus dibarengi dengan pengawasan rutin oleh dinas-dinas pendidikan.
Ia menegaskan, sanksi harus disertakan dalam proses pengawasan tersebut agar kejadian serupa tidak terulang ke depannya.
"Tentu harus ada sanksinya karena ini bertentangan dengan undang-undang," ucap pria yang juga dikenal sebagai pengamat politik ini.
Romo Benny mengatakan apa yang terjadi di SMK Negeri 2 Padang bertentangan dengan peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 tahun 2014 tentang pakaian seragam sekolah bagi peserta didik.
Selain itu, ia mengungkapkan bahwa mengenakan jilbab merupakan bagian dari kesadaran yang tidak dapat dipaksakan.
"Karena keyakinan kan merupakan kebebasan seseorang untuk melakukan ekspresi keimanan seseorang. Jadi jelas bahwa ini juga bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945," katanya.
Pentingnya menjaga kemajemukan dan keragaman dalam dunia pendidikan dengan menanamkan nilai Bhineka Tunggal Ika.
"Penting menjaga kemajemukan dengan menamakan nilai nilai Bhinneka tingal Ika dengan menghormati perbedaan dan tidak pemaksaan terhadap siswa untuk mengenakan simbol agama," tegasnya.
Sebelumnya disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim melarang sekolah membuat aturan yang bersifat diskriminatif.
Hal tersebut menyikapi polemik di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Padang, Sumatera Barat yang mewajibkan siswi nonmuslim mengenakan hijab.
"Sekolah tidak boleh sama sekali membuat peraturan atau imbauan kepada peserta didik untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu senagai pakaian seragam sekolah. Apalagi jika tidak sesuai dengan agama atau kepercayaan peserta didik," ujar Nadiem melalui akun Instagram resminya, Minggu (24/1/2021).
Pernyataan senada juga disampaikan oleh Menteri Koordinator bidang Polhukam (Menko Polhukam) Mahfud MD yang menegaskan, tidak boleh ada kewajiban anak non muslim menggunakan jilbab.
Demikian disampaikan Mahfud dalam akun twitternya @Mohmahfudmd merespon kasus siswi SMKN 2 Padang nonmuslim yang dipaksa mengenakan jilbab.
"Akhir 1970-an sd 1980-an anak-anak sekolah dilarang pakai jilbab. Kita protes keras aturan tersebut ke Depdikbud. Setelah sekarang memakai jilbab dan busana muslim dibolehkan dan menjadi mode, tentu kita tak boleh membalik situasi dengan mewajibkan anak nonmuslim memakai jilbab di sekolah," kata Mahfud dalam akun twitternya (24/1/2021).
Mahfud menambahkan, pada awal 90-an berdiri ICMI. Masjid dan majelis taklim tumbuh di berbagai kantor pemerintah dan kampus-kampus.
"Pada awal 1950-an Menag Wahid Hasyim (NU) dan Mendikjar Bahder Johan (Masyumi) membuat kebijakan: sekolah umum dan sekolah agama mempunyai "civil effect" yang sama. Hasilnya, sejak 1990-an kaum santri terdidik bergelombang masuk ke posisi-posisi penting di dunia politik dan pemerintahan," katanya.
Mahfud menilai kebijakan penyetaraan pendidikan agama dan pendidikan umum oleh dua menteri tersebut sekarang ini menunjukkan hasilnya.

