Pusdeham Institut Yakini Negara Selalu Hadir Bersama Korban Bencana

Laporan: Tio Pirnando
Senin, 08 Desember 2025 | 11:18 WIB
Tim gabungan Unit K9 SAR Mabes Polri menemukan mayat wanita (SinPo.id/ Dok.Polri)
Tim gabungan Unit K9 SAR Mabes Polri menemukan mayat wanita (SinPo.id/ Dok.Polri)

SinPo.id - Ketua Pusat Studi Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Gender (Pusdeham Institut), Risnauli Siahaan meyakini, negara selalu hadir melalui berbagai unsur, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, TNI-Polri, relawan, hingga organisasi kemanusiaan yang terus bekerja dalam evakuasi, distribusi bantuan, layanan kesehatan, serta dukungan psikososial bagi korban bencana di Sumatra.

"Menyebut negara tidak hadir adalah simplifikasi yang menyesatkan. Upaya pemulihan bencana adalah kerja besar dan kolektif. Ada proses yang berjenjang dan melibatkan banyak pihak. Mengerdilkan semua itu hanya demi framing konten adalah bentuk ketidakadilan informasi," kata Risnauli dalam keterangannya, Senin, 8 Desember 2025. 

Karena itu, Risnauli mengecam pengiring beberapa pihak, termasuk konten kreator, salah satunya Ferry Irwandi, lewat siaran konten YouTube-nya, menyiratkan seolah negara tidak hadir dalam proses pemulihan.

Risnauli menilai, pernyataan tersebut tidak hanya berpotensi menyesatkan publik, tetapi juga melukai perasaan para korban bencana, khususnya perempuan yang saat ini sedang berada dalam kondisi trauma, kehilangan, dan ketidakpastian.

"Jangan karena sudah membantu lalu merasa bebas bicara dan membuat konten seenaknya. Bantuan kemanusiaan tidak boleh dijadikan tiket untuk membangun narasi provokatif. Ini menyangkut martabat korban, nama daerah, serta kepercayaan publik terhadap institusi negara," ujarnya.

Dari perspektif demokrasi dan HAM, Risnauli mengingatkan bahwa kebebasan berekspresi bukan kebebasan tanpa batas. Setiap pernyataan di ruang publik harus mempertimbangkan akibat sosial, psikologis, dan hukum, terlebih dalam situasi darurat bencana.

"Demokrasi bukan berarti bebas melukai. HAM bukan alat untuk menjustifikasi framing. Dan gender justice mengajarkan bahwa perempuan harus dilindungi dari narasi yang memperparah kerentanan,” tambahnya.

Ia pun mengajak seluruh konten kreator, influencer, dan figur publik untuk lebih berempati, bertanggung jawab, dan mengedepankan verifikasi dalam menyampaikan informasi terkait bencana.

"Korban bencana butuh empati, bukan sensasi. Mereka butuh penguatan, bukan ketakutan baru. Jangan jadikan penderitaan rakyat sebagai panggung personal," tutup Risnauli.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI