Pemerintah Diminta Kerahkan Seluruh Kekuatan Nasional untuk Tangani Bencana Sumatra
SinPo.id - Pengamat politik Ujang Komarudin menilai respons pemerintah terhadap banjir dan longsor besar yang melanda Sumatra Barat (Sumbar), Sumatra Utara (Sumut), dan Aceh masih belum menunjukkan empati dan koordinasi nasional yang memadai.
Dia menegaskan bahwa tugas pemerintah bukan sekadar memberikan bantuan, tetapi memastikan komunikasi publik yang objektif, sensitif, dan mampu menenangkan masyarakat di tengah situasi krisis.
"Pengalaman masa lalu saat menangani kebakaran hutan dapat menjadi pelajaran penting," kata Ujang dalam Forum Refleksi Akhir Tahun 2025 bertema 'Membangun Solidaritas Bersama di Tengah Bencana' di Kompleks Parlemen, Selasa, 2 Desember 2025.
Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan RI ini pun mengingatkan bahwa penanganan bencana memerlukan pengerahan seluruh sumber daya nasional, terlepas dari apakah status bencana ditetapkan sebagai bencana nasional atau tidak.
"Pemerintah bukan hanya berkewajiban mengerahkan bantuan, tetapi juga memastikan informasi disampaikan dengan empati. Semua kekuatan nasional harus dicurahkan untuk mengatasi bencana ini," kata Ujang.
Bencana Sudah Terprediksi, Daerah Kekurangan Alat Berat dan Logistik
Ujang menilai banjir dan longsor yang kini terjadi seharusnya dapat diantisipasi lebih baik. Dia merujuk pada peringatan BMKG yang telah dikeluarkan beberapa hari sebelumnya mengenai potensi hujan dengan intensitas tinggi.
Di sisi lain, dia menyebut pemerintah daerah berada dalam kondisi sumber daya terbatas. Beberapa daerah terdampak bahkan mengakui tidak memiliki alat berat maupun perlengkapan esensial untuk merespons bencana secara cepat.
"Hal ini mendorong tiga kepala daerah meminta pertolongan langsung kepada pemerintah pusat. Mereka tidak punya akses memadai. Makanan tidak ada, jalur terputus, dan mereka meminta tolong ke pusat. Itu adalah jeritan kebatinan," ujarnya.
Ujang juga menyoroti merosotnya semangat gotong royong di sejumlah wilayah. Dia menilai berbagai skema bantuan dan program pemerintah justru secara tidak langsung membuat masyarakat semakin bergantung pada insentif finansial, sehingga nilai kebersamaan kian pudar.
"Ada pergeseran gotong royong. Dahulu masyarakat langsung bergerak, sekarang menunggu upah. Ini terjadi di banyak daerah," katanya.
Ujang mengajak pemerintah, masyarakat sipil, hingga kalangan kampus untuk menghidupkan kembali solidaritas nasional. Menurutnya, bencana di akhir tahun ini harus menjadi momentum untuk mempersatukan bangsa, bukan memunculkan kegaduhan akibat komentar pejabat yang tidak sensitif.
Dia menekankan bahwa banyak pihak, termasuk kampus dan organisasi pemuda, telah menggalang dana dan turun langsung memberikan bantuan. Namun, dia menegaskan bahwa skala bencana membutuhkan peran negara secara penuh.
"Apa pun statusnya, bencana nasional atau bukan yang dibutuhkan adalah pengerahan total sumber daya. Jika punya uang, bantu. Jika punya jaringan, gerakkan. Jika hanya bisa berdoa, lakukan," katanya.
Perlu Solusi Jangka Panjang: Rehabilitasi Hutan dan Mitigasi Sistemik
Ujang juga menyoroti akar persoalan ekologis, termasuk kerusakan hutan yang membuat daerah semakin rentan terhadap banjir dan longsor. Ia mengingatkan bahwa rehabilitasi lingkungan memerlukan waktu panjang dan komitmen kuat.
"Menanam pohon tidak instan. Saya menanam durian saja dua tahun baru tiga meter. Rehabilitasi hutan butuh waktu dan konsistensi," ujarnya.
Pada akhirnya, Ujang menilai bencana ini merupakan cermin yang menuntut bangsa untuk kembali pada solidaritas, empati, dan kerja kolektif.
"Bencana ini harus menjadi refleksi bersama. Kita dipanggil untuk membantu saudara-saudara yang sedang kesulitan," katanya.
