Legislator PKS Desak Pemerintah Perkuat Mitigasi dan Kebijakan Bencana Nasional
SinPo.id - Anggota Komisi V DPR RI Yanuar Arif Wibowo menilai pemerintah perlu melakukan pembenahan serius dalam membuat kebijakan mitigasi bencana menyusul rentetan bencana alam yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia.
Dia menegaskan kejadian bencana yang berulang harus menjadi alarm bagi pemerintah untuk memperkuat kesiapsiagaan, komunikasi publik, hingga evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola lingkungan.
Yanuar menyebut kondisi geografis Indonesia yang berada di wilayah rawan bencana semestinya dihadapi dengan instrumen mitigasi yang matang dan berkelanjutan.
"Indonesia ini hidup di atas potensi kebencanaan yang luar biasa. Maka perangkat mitigasi harus dipersiapkan sejak awal," kata Yanuar dalam forum diskusi Refleksi Akhir Tahun 2025 bertajuk 'Refleksi Akhir Tahun: Membangun Solidaritas Bersama Ditengah Bencana' di Ruang Command Center, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 2 Desember 2025.
Dia menambahkan tidak seperti perang yang masih bisa diprediksi dan dipersiapkan, bencana alam dapat datang sewaktu-waktu sehingga pemerintah wajib mengantisipasi dengan kebijakan berbasis sains dan kesiapan teknis.
Yanuar menyampaikan bahwa selama enam bulan intens berdiskusi dengan BMKG, peta kebencanaan sebenarnya sudah tersedia, namun implementasinya sering tak sejalan dengan kebutuhan lapangan. Dia menyoroti situasi di Sumatra yang kali ini dihantam bencana besar hingga menimbulkan korban jiwa dalam jumlah signifikan.
"Jangan kemudian para pejabat publik memberikan pernyataan yang memicu amarah. Masa iya ratusan warga meninggal dianggap biasa saja? Empati itu penting," kata Yanuar.
Dia mengkritik sejumlah pernyataan pejabat yang menurutnya tidak mencerminkan kepekaan terhadap situasi korban. Hal itu, kata dia, dapat memicu kemarahan masyarakat yang tengah berduka dan berjuang memulihkan diri.
Yanuar mencontohkan pengalamannya meninjau lokasi longsor di Majenang, di mana mitigasi sebenarnya sudah dilakukan sejak dua minggu sebelum kejadian. Namun skala longsor yang terjadi jauh lebih besar dari estimasi, sehingga banyak warga yang tetap menjadi korban.
"Longsor itu bergerak sampai dua kilometer dengan ketebalan lumpur tujuh meter di titik paling ujung. Banyak korban di rentang 500-1.500 meter yang tidak tersentuh," katanya.
Dia mendorong pemerintah berani melakukan investasi besar untuk mitigasi, termasuk kesiapan alat, teknologi monitoring, hingga penguatan kapasitas pemerintah daerah. Menurutnya, keterbatasan anggaran daerah sering membuat penanganan bencana tak optimal.
"Makanya beberapa kepala daerah berteriak agar ini ditetapkan sebagai bencana nasional. Supaya resolusi nasional bisa dibawa, rehabilitasi bisa cepat dilakukan," ujarnya.
Yanuar menambahkan bahwa selain faktor teknis, pejabat publik juga harus menghadirkan komunikasi yang menenangkan masyarakat, terutama relawan dan korban yang sedang berjuang.
"Yang dibutuhkan itu kesejukan, bukan pernyataan yang mendiskon apa yang terjadi di lapangan. Jangan sampai mereka merasa tidak dianggap," tegasnya.
Dia menutup dengan menyerukan refleksi nasional atas rangkaian bencana yang kerap terjadi menjelang akhir tahun. Yanuar berharap pemerintah pusat dapat memberikan perhatian lebih, apa pun status bencana yang ditetapkan, agar percepatan pemulihan di daerah terdampak bisa segera dilakukan.
