Di KTT G20, Gibran Bahas Ekonomi Global yang Inklusif hingga QRIS

Laporan: Tio Pirnando
Minggu, 23 November 2025 | 10:13 WIB
Wapres Gibran di KTT G20 Afrika Selatan. (SinPo.id/Setwapres)
Wapres Gibran di KTT G20 Afrika Selatan. (SinPo.id/Setwapres)

SinPo.id - Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming menegaskan posisi Indonesia sebagai salah satu penggerak utama kerja sama negara-negara berkembang dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 tahun 2025 di Johannesburg, Afrika Selatan, Sabtu, 22 November 2025.

Gibran menyampaikan salam hormat Presiden Prabowo Subianto kepada Presiden Cyril Ramaphosa serta mengapresiasi penyelenggaraan KTT G20 pertama di benua Afrika.

"Izinkan saya menyampaikan salam dari Presiden Prabowo kepada Presiden Ramaphosa dan seluruh pemimpin G20. Kami menghargai sambutan hangat serta penyelenggaraan yang sangat baik oleh Pemerintah Afrika Selatan," ujarnya.

Dia menilai, penyelenggaraan G20 di Afrika sebagai simbol perubahan geopolitik yang semakin menempatkan negara-negara Selatan Global sebagai kekuatan strategis dalam arsitektur ekonomi dunia.

"KTT ini bersejarah karena pertama kali berlangsung di tanah Afrika. Hal ini menandai perubahan besar, di mana negara-negara Selatan Global semakin menjadi bagian penting dalam tata kelola global," tegasnya.

Pada Sesi Pertama bertema Inclusive and Sustainable Economic Growth Leaving No One Behind, Gibran menekankan bahwa Indonesia konsisten memperjuangkan pertumbuhan yang adil dan inklusif.

"Indonesia percaya bahwa pertumbuhan global harus kuat sekaligus adil dan inklusif agar semua negara dapat merasakan manfaatnya," ungkapnya.

Wapres juga mengajak negara anggota G20 memperluas akses pembiayaan, terutama bagi negara-negara berkembang yang menghadapi tantangan perubahan iklim.

"Pembiayaan harus semakin mudah diakses, lebih pasti, dan lebih setara. Transisi energi, adaptasi, dan mitigasi memerlukan dukungan pembiayaan inovatif yang terjangkau," jelasnya.

Lebih jauh, Wapres memaparkan langkah Indonesia dalam penguatan pendanaan iklim, digitalisasi, dan inklusi keuangan.

"Indonesia mengalokasikan lebih dari setengah anggaran iklim nasional, sekitar 2,5 miliar dolar per tahun, untuk mendukung UMKM hijau, asuransi pertanian, dan infrastruktur yang tangguh," ungkapnya.

"Sistem pembayaran digital seperti KRIS menunjukkan bagaimana teknologi sederhana dapat memperluas akses keuangan dan mengurangi kesenjangan," tambahnya.

Ia juga menyoroti perlunya dialog G20 terkait aset digital dan kecerdasan buatan.

Menurut dia, aset digital menghadirkan peluang sekaligus risiko. Karena itu, Indonesia mendorong G20 membuka dialog mengenai ekonomi digital dan kecerdasan buatan.

"Tidak ada satu model pembangunan yang cocok untuk semua. Kerja sama internasional seharusnya memberdayakan, bukan menciptakan ketergantungan," pungkasnya.

Sebagai forum ekonomi terbesar dunia yang beranggotakan 19 negara dan Uni Eropa, serta mewakili lebih dari 85 persen PDB global, KTT G20 kali ini dihadiri seluruh negara anggota. Pertemuan ini menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk memperkuat koordinasi global dalam menanggapi tantangan ekonomi dan geopolitik.

Dengan hadirnya Gibran di Johannesburg, Indonesia kembali menegaskan komitmen sebagai bagian dari solusi global, memperjuangkan kepentingan negara berkembang, dan mempromosikan kerja sama setara melalui diplomasi yang konstruktif dan inklusif.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI