Cukai dan HJE Rokok Tidak Naik, Ekonom: Keputusan Tepat Demi Jaga Stabilitas-Tenaga Kerja
SinPo.id - Keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dan harga jual eceran (HJE) pada tahun 2026 disambut positif oleh pelaku di sektor hulu hingga hilir industri tembakau. Kebijakan ini dinilai mampu menjaga stabilitas ekonomi, memperbaiki kesejahteraan petani, dan mempertahankan lapangan kerja di sektor padat karya.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, memandang kebijakan moratorium (penundaan) kenaikan tarif merupakan langkah strategis di tengah stagnasi daya beli masyarakat.
“Memang kalau kita lihat, untuk kelompok-kelompok rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) 1, Sigaret Putih Mesin (SPM) 1, maupun Sigaret Kretek Tangan (SKT) 1 itu harganya sudah di atas daya beli masyarakat,” kata Tauhid dalam keterangan yang diterima pada Rabu, 19 November 2025.
Data INDEF juga menunjukkan bahwa kenaikan CHT dalam beberapa tahun terakhir justru menurunkan volume produksi dan mendorong kenaikan rokok ilegal hingga 6,9% pada 2023.
“Tren rokok ilegal naik, di 2020 sebesar 4,9 persen dan 2023 mencapai 6,9 persen. Jadi mungkin loss-nya bisa 15–20 persen,” jelasnya.
Dari sisi hulu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), K. Mudi, menyebutkan fakta menurunnya produksi tembakau nasional sampai sekitar 100 ribu ton selama lima tahun terakhir. Hal ini disebabkan terutama oleh kenaikan CHT yang rata-rata berkisar 10—15 persen setiap tahunnya.
“Produksi kita turun mulai dari 2019 yang awalnya 280 ribu ton, sekarang tinggal di angka 180 ribu ton. Turun 100 ribu. Berat. Terus kemudian kita juga lagi mengalami penurunan penyerapan dari industri. Ini adalah dampak dari kenaikan tarif cukai yang terlalu tinggi,” kata Mudi.
Menurutnya, keputusan Purbaya menahan kenaikan cukai dan HJE menjadi kabar baik bagi petani di 14 provinsi penghasil tembakau. “Petani memandang hal ini apa yang dilakukan oleh Pak Menteri Purbaya itu adalah suatu hal yang sangat berani. Dan ini menjadi angin segar di tengah-tengah kita saat ini yang sedang anomali,” ujar Mudi.
Sementara itu, Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, menilai keputusan moratorium ini menjadi momentum untuk menata ulang sistem dan regulasi fiskal yang lebih berimbang, baik bagi negara, industri, maupun pekerja.
“Menurut saya, banyak hal-hal yang baru dalam sektor fiskal ini yang bisa kita bicarakan bersama dengan Pak Purbaya,” pungkasnya.
