MUI Tegaskan Video Gus Elham dengan Anak-anak Tidak Lucu dan Tidak Pantas

Laporan: Tim Redaksi
Minggu, 16 November 2025 | 11:39 WIB
Ilustrasi logo Majelis Ulama Indonesia. (SinPo.id/dok. MUI)
Ilustrasi logo Majelis Ulama Indonesia. (SinPo.id/dok. MUI)

SinPo.id - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Perempuan, Remaja, dan Keluarga, Prof Amany Lubis, menegaskan bahwa video yang menampilkan dai muda Gus Elham mencium anak-anak perempuan dalam forum pengajian tidak memiliki sisi lucu sama sekali dan justru mencerminkan perilaku yang tidak pantas serta bertentangan dengan budaya pesantren.

Pernyataan tegas itu disampaikan Prof Amany menanggapi video lama Gus Elham yang kembali viral di media sosial. Dalam video tersebut, Gus Elham terlihat berinteraksi dengan anak-anak perempuan di sebuah majelis taklim dengan cara yang menuai kritik publik.

“Jadi video itu tidak ada lucu-lucunya sama sekali. Sikap dan perilaku yang bersangkutan tidak layak. Maka sebaiknya yang bersangkutan tidak melakukan hal seperti itu lagi,” ujar Prof Amany Lubis, dalam keterangannya, dikutip Minggu, 16 November 2025.

Menurut Prof Amany, tindakan yang dilakukan dalam video tersebut tidak sejalan dengan nilai-nilai moral, etika, dan budi pekerti yang selama ini dijunjung tinggi oleh pesantren. 

Ia menekankan, seorang tokoh agama seharusnya menjadi teladan bagi masyarakat, bukan justru menimbulkan kontroversi.

“Bukan karena sosok Gus Elham ini tokoh di pesantren, mencium anak kecil atau siswanya tetap perbuatan yang tidak pantas. Tidak layak budaya kita, apalagi budaya pesantren,” tegasnya.

Prof Amany menjelaskan, budaya pesantren selalu menanamkan nilai kehormatan, kesantunan, serta jarak yang terjaga antara guru dan santri. Karena itu, tindakan fisik seperti mencium anak-anak, meskipun tanpa niat buruk, tetap dianggap tidak pantas secara sosial dan moral.

Lebih lanjut, Prof Amany menyoroti pentingnya memberikan pendidikan yang benar kepada anak sejak usia dini melalui pendekatan yang lembut, beretika, dan beradab.

“Anak-anak saya pun saya dampingi sejak usia dua tahun dari mulai hanya bisa pegang pena, lalu mulai menggambar, menulis sedikit-sedikit, meniru kita untuk menulis Arab atau menulis apa saja. Pada usia itu juga sudah harus kita ajak pergi ngaji, apakah di TPQ atau kepada guru ngaji, atau diajarkan sama orang tua,” jelasnya.

Prof Amany menegaskan, anak-anak membutuhkan pendampingan yang penuh kasih sayang, tetapi tetap dalam koridor sopan santun dan etika keagamaan.

“Dengan bimbingan dan arahan yang lembut dari para guru, anak-anak dapat mengikuti pembelajaran dengan baik,” tambahnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI