Waketum PB SEMMI: Putusan MK Soal Polri Tak Miliki Landasan Hukum
SinPo.id - Waketum PB Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Sandri Rumanama mengatakan, Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang menjaga marwah konstitusi belakangan ini terlihat politis dalam beberapa putusan putusannya. Saat negara tengah menata Polri, MK justru diduga melemahkan kinerja Polri dengan melarang anggota kepolisian aktif menduduki jabatan sipil.
"Menurut kami keputusan Mahkamah Konstitusi ini justru inskonstitusional, karena tidak memiliki landasan hukum sebagai determinasi putusan tersebut untuk dieksekusi. Karena sampai saat ini Polri masih menggunakan UU No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia," kata Sandri dalam keterangannya, Jumat, 14 November 2025.
Menurut Sandri, putusan MK itu hadir pada waktu yang tidak tepat dan justru bertentangan dengan aspirasi rakyat dan semangat negara. Sebab Presiden Prabowo Subianto baru saja membentuk Tim Reformasi Polri untuk memperkuat profesionalisme, akuntabilitas, dan tata kelola institusi Polri.
"Agar kepolisian semakin mampu mengemban amanat rakyat sebagai penegak hukum dan ketertiban masyarakat sipil," kata Direktur Haidar Alwi Institut ini.
Saat ini, lanjut Sandri, Negara sangat membutuhkan aparatur sipil yang disiplin, terlatih dan tegas dalam berbagai penindakan hukum. Hal itu diperlukan untuk menata kehidupan sosial politik masyarakat Indonesia, agar jauh lebih baik.
Selain itu, birokrat aparatur sipil yang terlatih justru memahami mekanisme pemerintahan, keamanan dan administratif. Karena ruang lingkup antara administratif, kemananan, budaya, pelayanan, dan penindakan hukum tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sipil saat ini.
"Pemisahan Polri dan TNI adalah amanat Konstitusi yang lahir dari perjuangan reformasi justru terkhianati oleh putusan MK yang penuh anomali. Karena Polri sudah tidak dianggap sebagai elemen masyarakat sipil yang menjaga kemanan sipil, baik dari sisi pelayanan publik, administratif, birokrasi maupun penindakan hukum yang bersifat regulatif," paparnya.
"Sejak pemisahan Polri dari TNI pasca 1998 menjadi bukti bahwa negara ingin membangun institusi keamanan sipil yang tidak militersitik yang berada di bawah kendali pemerintahan sipil yang demokratis," sambungnya.
Keputusan MK, lanjut Sandri, sudah melampaui batas dari dimensi regulatif dan administratif. Karena elemen masyarakat sipil dan pilar demokrasi seperti institusi Polri justru tidak memiliki frasa dalam status sosial bernegara saat ini.
Selama kurun waktu 26 tahun, sambungnya, Polri ditempatkan sebagai organ pemerintahan sipil yang menjalankan fungsi keamanan dalam negeri, ketertiban masyarakat, pelayanan publik dan penindakan hukum. Sehingga keterlibatan polisi dalam jabatan sipil berada dalam kerangka semangat reformasi dan sangat demokratis.
"Di tengah kompleksitas persoalan sipil, kebutuhan rakyat di berbagai wilayah Indonesia memerlukan kinerja yang terorganisir dan terintegrasi dan keahlian ini dimiliki oleh aparatur sipil seperti kepolisian. Sehingga polri bisa mengisi jabatan sipil merupakan tuntutan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia saat ini," pungkasnya.
