Siapkan Insentif 2026, Menperin: Industri Otomotif Terlalu Penting untuk Diabaikan
SinPo.id - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, pihaknya tengah menggodok usulan insentif bagi sektor otomotif yang akan diajukan ke Kementerian Koordinator Perekonomian sebagai bagian dari paket kebijakan fiskal tahun 2026. Langkah ini sebagai upaya penguatan industri otomotif nasional yang sedang menghadapi tekanan daya beli, serta dinamika pasar global.
"Kami di Kemenperin melihat sektor otomotif terlalu penting untuk diabaikan. Multiplier effect yang tinggi, baik keterkaitan ke depan dan belakang (backward dan forward linkage) subsektor terhadap sektor lain dalam ekonomi nasional, dan di dalamnya ada penyerapan tenaga kerja yang tinggi pula, maka kita mengambil keputusan mengusulkan insentif bagi sektor ini. Hampir mirip dengan insentif otomotif pada saat Covid-19 dulu," kata Agus dalam keterangannya, Jumat, 14 November 2025.
Kemenperin juga tengah menyusun desain skema insentif dan stimulus yang paling tepat sasaran. Baik untuk mendorong permintaan (demand side) maupun menjaga utilisasi produksi dan melindungi investasi industri (supply side).
"Kemenperin sekarang dalam proses merumuskan usulan yang akan diajukan pemerintah, dalam hal ini Menko Ekon. Kami sedang menggodok kebijakan insentif dan stimulus untuk sektor otomotif yang akan kami ajukan untuk kebijakan fiskal 2026," jelasnya.
Adapun fokus utama usulan insentif, yaitu perlindungan tenaga kerja dari PHK dan penciptaan lapangan kerja baru disektor otomotif, sekaligus menjaga keberlanjutan investasi industri otomotif di Indonesia.
"Harapan kami, sektor otomotif mendapat perhatian khusus, sehingga ada perlindungan terhadap tenaga kerja yang sudah ada dan menciptakan lapangan kerja baru. Paling tidak, melalui kebijakan fiskal 2026, sektor otomotif bisa tumbuh jauh lebih cepat, berkontribusi lebih besar bagi pertumbuhan manufaktur dan pertumbuhan ekonomi nasional," imbuhnya.
Kemenperin mencatat, industri otomotif merupakan salah satu sektor andalan dengan kontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) manufaktur, ekspor, dan penyerapan tenaga kerja.
Investasi di sektor ini diperkirakan telah mencapai sekitar Rp174 triliun, dengan penyerapan hampir 100 ribu tenaga kerja langsung di industri kendaraan roda empat, roda dua, dan roda tiga.
Selain itu, jutaan pekerja lainnya terlibat di sepanjang rantai nilai otomotif, mulai dari pemasok komponen, logistik, hingga jaringan penjualan dan bengkel resmi maupun tidak resmi. "Jika sektor ini terganggu, dampaknya berantai ke banyak industri lain dan jutaan pekerja. Karena itu, Kemenperin memandang perlu intervensi yang terukur melalui skema insentif yang tepat," ujar Agus.
Agus menegaskan, perumusan usulan insentif untuk 2026 juga mempertimbangkan transisi kebijakan yang sudah berjalan, terutama terkait kendaraan rendah emisi dan elektrifikasi. Saat ini, insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk kendaraan listrik berbasis baterai dan sebagian kendaraan bus telah diatur melalui kebijakan fiskal yang berlaku hingga 2025.
Ia menambahkan, usulan insentif 2026 akan disinergikan dengan agenda pengembangan ekosistem kendaraan listrik, termasuk rencana kelanjutan dan penyempurnaan insentif untuk pembelian motor listrik yang sebelumnya sudah pernah diluncurkan pemerintah.
Ia memastikan, Kemenperin terus memperkuat dialog dengan pelaku industri otomotif, asosiasi, dan pemangku kepentingan terkait dalam mematangkan usulan insentif tersebut.
"Kami akan terus berkoordinasi dengan Kemenko Ekon, Kementerian Keuangan, serta asosiasi seperti GAIKINDO dan pelaku industri lainnya. Tujuan akhirnya jelas: menjaga daya saing, memperkuat ekosistem rantai pasok produksi otomotif di dalam negeri, serta memastikan industri otomotif tetap menjadi motor pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja," pungkasnya.
