Bukan Kualitas Air, BGN Temukan Keracunan MBG di Lembang Disebabkan Nitrit

Laporan: Tio Pirnando
Senin, 10 November 2025 | 17:29 WIB
Petugas sedang menyiapkan menu MBG (SinPo.id/ Dok. BGN)
Petugas sedang menyiapkan menu MBG (SinPo.id/ Dok. BGN)

SinPo.id -  Tim Investigasi Badan Gizi Nasional (BGN) menemukan penyebab insiden keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, pada Oktober lalu, karena tingginya kadar nitrit dalam makanan. Jadi bukan disebabkan oleh kualitas air. 

"Tim Investigasi menemukan kandungan nitrit pada hidangan Program Makan Bergizi Gratis yang berasal dari SPPG Kayu Ambon dan SPPG Cibodas 2, Bandung Barat," kata Ketua Tim Investigasi Independen BGN Arie Karimah Muhammad, dalam keterangannya, Senin, 10 November 2025. 

Arie menjelaskan, kesimpulan ini diperoleh berdasarkan hasil rapid test dan uji air bersih dari Labkesmas Bandung Barat, serta penjelasan dari Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Di SPPG Kayu Ambon, tim menemukan nitrit positif terdeteksi pada menu tumis pakcoy yang merupakan sisa makanan di sekolah.

Menu MBG itu terdiri dari nasi putih, ayam betutu Bali, tahu goreng, tumis pakcoy bawang putih, dan pisang. Kemudian, di SPPG Cibodas 2, nitrit positif ditemukan pada nasi putih, tumis wortel, jagung mini putren, dan kembang kol, baik pada bank sampel maupun sisa makanan di sekolah. 

Menu lengkap MBG di sekolah tersebut terdiri dari nasi putih, ayam giling bola-bola, tumis wortel, jagung mini putren, dan kembang kol, serta buah lengkeng.

"Hasil uji fisik, kimia, dan mikrobiologi air bersih di kedua SPPG tersebut semuanya memenuhi standar," ujarnya. 

Arie menerangkan, kadar nitrit yang terdeteksi diukur secara kualitatif menggunakan rapid test. Hasilnya menunjukkan  kandungan nitrit pada menu dari SPPG Cibodas 2 lebih tinggi dibanding SPPG Kayu Ambon.

Hal ini yang menyebabkan jumlah siswa yang mengalami gejala keracunan dari Cibodas 2 lebih banyak, yaitu 236 orang, dibanding 44 orang dari Kayu Ambon. 

Menu dari Cibodas 2 diketahui selesai dimasak sekitar pukul 02.00 dini hari dan baru dikirim ke sekolah pada pukul 06.30 WIB. "Jeda waktu tersebut dinilai sebagai pemicu peningkatan kadar nitrit di dalam sayuran, akibat proses perubahan alami nitrat menjadi nitrit pada suhu kamar," ungkapnya. 

Menariknya, tidak ada korban yang mengalami diare, yang berarti bakteri bukan penyebab utama. "Ini memperkuat dugaan bahwa faktor kimia, yakni nitrit, menjadi penyebab utama," ucap Arie.

Gejala yang muncul pada malam hari juga sejalan dengan proses kimiawi di dalam tubuh. Nitrit yang awalnya berubah menjadi Nitric Oxide (NO) bisa memberikan efek positif seperti menurunkan tekanan darah dan melindungi saluran pencernaan. 

Namun, dalam kadar berlebih, nitrit mengganggu kemampuan darah membawa oksigen ke seluruh tubuh, menyebabkan korban merasa lemas dan kekurangan oksigen.

"Efek yang muncul tertunda inilah yang menjelaskan mengapa sebagian besar korban baru merasakan gejala di malam hari," kata ahli farmakologi klinis itu. 

Secara alamiah, lanjut Arie, nitrit memang terdapat dalam tanaman, tanah, air, dan udara karena dibutuhkan dalam proses pertumbuhan. Namun, kadarnya bisa meningkat bila tanaman mendapat tambahan pupuk yang mengandung nitrit tinggi atau bahan pengawet.

"Dalam kasus Bandung Barat ini, kami menduga kadar nitrit tinggi berasal dari pupuk tanaman yang digunakan pada sayuran. Kadar tersebut kemungkinan melebihi batas aman yang dapat ditoleransi tubuh," pungkasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI