Pemerhati Pendidikan: Jangan Normalisasi Bully, Sekolah Harus Punya Kanal Pengaduan

Laporan: Tio Pirnando
Sabtu, 08 November 2025 | 18:56 WIB
Lokasi SMA 72 Jakarta. (Agus Priatna/SinPo.id)
Lokasi SMA 72 Jakarta. (Agus Priatna/SinPo.id)

SinPo.id - Pemerhati Anak dan Pendidikan Retno Listyarti menyoroti dugaan perundungan (bullying) terhadap siswa terduga pelaku peledakan di Masjid SMA Negeri 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara, kemarin. Hal itu memberi sinyal bahwa bullying belum menjadi pengarusutamaan  hampir di semua jenjang sekolah dan di Indonesia.

"Menormalisasi bully di sekolah akan berdampak buruk pada tumbuh kembang anak, baik anak korban, saksi maupun pelaku," ujar Retno dalam keterangannya, Sabtu, 8 November 2025. 

Mantan Komisioner KPAI ini menilai, penanganan korban kerap keliru, tak adil, dan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Permendikbudristek 46/2023 tentang Pencegahan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP). Tak jarang orang tua korban yang tak puas memilih melaporkan kepada aparat kepolisian. 

"Bully sangat berbeda dengan bercanda. Karena kalau bercanda kedua pihak tertawa bahagia, sedangkan bullying satu pihak tertawa dan pihak lain tersakiti dan tertindas," ujarnya. 

Di sisi lain, Retno mengapresiasi Dinas Pendidikan DKI Jakarta karena sudah bertindak cepat dalam penanganan awal setelah peristiwa ledakan di SMAN 72 Jakut tersebut, dengan mengeluarkan surat edaran (SE) terkait pengamanan sekolah. 

Dalam SE Kadisdik tersebut, diwajibkan sekolah menciptakan kondisi aman dan  nyaman tanpa lekerasan. Namun, SE itu tidak menekankan kepada pihak sekolah berpedoman pada Permendikbudristek 46/2023 tentang Pencegahan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan. 

Ke depan, Retno meminta Disdik DKI dapat memastikan SE dapat dilaksanakan di semua jenjang sekolah, dengan menambahkan prinsip-prinsip sekolah aman dan penguatan Tim PPK (Pencegahan dan Penanganan Kekerasan, sebagaimana diatur dalam Permendikbudristek 46/2023. 

"Permendikbudristek tersebut sudah lengkap dan detail dalam penanganan kekerasan, mulai dari menerima laporan, pemeriksaan, kesimpulan sampai rujukan termasuk pemulihan psikologis. Bahkan ada juknisnya, lengkap," ujarnya. 

Retno menambahkan, prinsip pencegahan wajib dilaksanakan sekolah, seperti pembuatan kanal pengaduan yang melindungi korban dan saksi, termasuk berbagai upaya pencehanan seperti sosialisasi, kelas parenting dan pelatihan bagi Tim PPK. 

Selain itu, Retno mendorong Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemndikdasmen) bekerjasama dengan Dinas-dinas pendidikan daerah di seluruh Indonesia untuk melakukan pelatihan bagi Kepala sekolah dan Tim PPK di semua jenjang. 

Retno juga menyarankan Disdik bersama Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) dan Dinas Sosial DKI menggelar psikososial ke  peserta didik SMAN 72. 

"Kepada sekolah-sekolah di DK Jakarta yang memiliki kanal pengaduan lengkap dengan nomor kontak, email maupun medsos, harus dapat diakses para korban dan saksi tanpa rasa takut karena dilindungi kerahasiannya, ini amanatan Permendikbudristek 46/2023," tukasnya. 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI