Rencana AS Bentuk Pasukan Internasional di Gaza Picu Perdebatan
SinPo.id - Gelombang reaksi regional dan internasional terus berdatangan atas rancangan resolusi Amerika Serikat yang akan diajukan ke Dewan Keamanan PBB, berisi usulan pembentukan pasukan keamanan internasional di Jalur Gaza selama minimal dua tahun.
Rencana itu bertujuan menstabilkan Gaza pascaperang panjang, namun justru memicu perbedaan tajam antarnegara besar dan dikhawatirkan menghambat pengesahan resolusi.
Menurut laporan Axios, Washington telah mengedarkan draf “sensitif namun tidak diklasifikasikan” kepada beberapa anggota Dewan Keamanan. Rancangan tersebut memberi mandat kepada AS dan negara mitra untuk mengelola keamanan serta administrasi Gaza hingga akhir 2027, dengan opsi perpanjangan.
Seorang pejabat AS menegaskan bahwa pasukan ini bukan pasukan penjaga perdamaian, melainkan bersifat eksekutif untuk mengamankan Gaza, melucuti senjata kelompok bersenjata, serta mencegah pembangunan kembali infrastruktur militer.
Namun, mediator AS-Palestina Bishara Bahbah menyebut terdapat empat poin perbedaan besar antaranggota tetap Dewan Keamanan—AS, Inggris, Prancis, Rusia, dan China—terkait komposisi dan mandat pasukan tersebut.
Sumber diplomatik menyebut AS bahkan siap membentuk pasukan secara sepihak jika resolusi gagal disetujui, langkah yang didukung Israel namun ditentang negara-negara Arab.
Dalam rancangan itu, pasukan internasional akan mengamankan perbatasan Gaza dengan Israel dan Mesir, melindungi warga sipil, membuka koridor kemanusiaan, serta melatih kepolisian Palestina untuk mengambil alih tanggung jawab keamanan secara bertahap.
Israel akan menarik diri secara bertahap seiring reformasi Otoritas Palestina menuju tata kelola jangka panjang. Pasukan gabungan ini rencananya melibatkan beberapa negara, termasuk Indonesia, Pakistan, dan Azerbaijan, dengan koordinasi bersama Mesir, Israel, dan dewan perdamaian baru untuk Gaza.
Namun, Israel menolak keras keterlibatan Turki dalam pasukan tersebut.
Di sisi lain, gencatan senjata yang dimediasi AS masih bertahan meski terjadi insiden sporadis. Hamas baru-baru ini menyerahkan jenazah Sersan Staf Itay Chen kepada Israel melalui Palang Merah. Chen merupakan salah satu dari 28 sandera yang tewas dan dimakamkan di Gaza sejak perang pecah Oktober 2023.
Sejak serangan Hamas yang menewaskan 1.200 orang dan menculik 251 sandera, lebih dari 68.000 warga Palestina dilaporkan tewas akibat serangan balasan Israel, menurut otoritas kesehatan Gaza.
Sementara itu di Inggris, muncul laporan mengejutkan bahwa tuduhan Iran mendanai kelompok Palestine Action—yang menyerang pabrik senjata Israel Elbit Systems—ternyata direkayasa oleh firma PR yang bekerja untuk perusahaan senjata Israel.
Majalah Private Eye mengungkap, direktur CMS Strategic mengklaim telah menanamkan cerita palsu itu ke media Inggris. Tuduhan tersebut muncul menjelang keputusan pemerintah Inggris menetapkan Palestine Action sebagai organisasi teroris pada Juli 2024.
Sejak pelarangan itu, lebih dari 2.000 aktivis ditangkap karena mengibarkan poster bertuliskan “I oppose genocide, I support Palestine Action.” Pengadilan Tinggi Inggris dijadwalkan menggelar sidang peninjauan hukum 25 November mendatang, yang bisa membatalkan keputusan pelarangan tersebut.
Rangkaian perkembangan ini menandai semakin kompleksnya diplomasi dan narasi global seputar Gaza, dengan Washington berusaha membangun stabilitas, Israel menolak beberapa elemen internasional, dan Inggris menghadapi tuduhan manipulasi opini publik demi kepentingan industri militer.

