Gaza Tribunal di Istanbul Nyatakan Israel Lakukan Genosida Sistematis terhadap Rakyat Palestina
SinPo.id - Sidang terakhir Gaza Tribunal yang berlangsung selama empat hari di Universitas Istanbul resmi berakhir pada Minggu 26 Oktober 2025. Dalam putusan akhirnya, majelis juri menyimpulkan bahwa Israel telah melakukan genosida sistematis dan terencana terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza, disertai dengan seruan mendesak untuk akuntabilitas global.
Sidang ini dipimpin oleh Profesor Richard Falk, mantan UN Special Rapporteur on Human Rights in the Palestinian Territories, dengan Profesor Christine Chinkin sebagai ketua juri. Tribunal ini menghadirkan kesaksian menggugah dari penyintas, tenaga medis, dan pakar hukum internasional, yang seluruhnya memperkuat bukti terjadinya kejahatan kemanusiaan secara masif.
Tribunal Tegaskan: Genosida di Gaza Nyata dan Terstruktur
Dalam pembacaan putusan, Profesor Christine Chinkin menegaskan bahwa tribunal dibentuk karena “kegagalan dunia dalam menegakkan akuntabilitas” atas kekejaman Israel.
“Genosida di Gaza adalah persoalan seluruh umat manusia. Ketika negara-negara diam, masyarakat sipil harus bersuara,” ujarnya.
Tribunal menyatakan bahwa genosida tidak dimulai pada Oktober 2023 dan tidak akan berakhir dengan gencatan senjata semata.
Juri menegaskan tindakan Israel merupakan kampanye pemusnahan sistematis, meliputi:
Starvation & famine: penolakan bantuan makanan dan air yang disengaja.
Domicide: penghancuran rumah dan infrastruktur untuk menimbulkan penderitaan massal.
Ecoside & reprocide: perusakan lingkungan dan serangan terhadap kesehatan reproduksi.
Scholasticide: penghancuran sekolah dan lembaga intelektual Palestina.
Selain itu, juri mencatat penyerangan sistematis terhadap tenaga medis, jurnalis, dan tokoh masyarakat, disertai penyiksaan, kekerasan seksual, dan penghilangan paksa di titik-titik pemeriksaan dan kamp pengungsian.
AS dan Sekutu Dianggap Turut Bertanggung Jawab
Tribunal juga menuding pemerintah Barat, khususnya Amerika Serikat dan sekutunya, turut berkontribusi terhadap genosida melalui pemberian senjata, intelijen, serta dukungan ekonomi kepada Israel.
“Diam di hadapan genosida adalah kegagalan moral dan pelanggaran terhadap kewajiban hukum internasional,” tegas Chinkin.
Selain negara, tribunal menilai media, lembaga akademik, dan perusahaan teknologi juga turut memperkuat infrastruktur yang memungkinkan operasi militer Israel.
Putusan tribunal didasarkan pada Konvensi Genosida, Statuta Roma ICC, dan Deklarasi Sarajevo 2025, dengan seruan untuk:
Mengakhiri impunitas pelaku genosida dan pihak pendukungnya.
Menangguhkan keanggotaan Israel dari organisasi internasional.
Mengaktifkan Resolusi 377 A(V) Majelis Umum PBB demi perlindungan rakyat Palestina.
Menegaskan hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri dan kembali ke tanah airnya.
Tribunal menekankan bahwa perjuangan ini bukan melawan agama Yahudi, tetapi melawan ideologi supremasi dan kolonialisme yang melahirkan penindasan.
“Keadilan harus berpijak pada kesetaraan, dekolonisasi, restitusi, dan hak untuk kembali,” ujar Chinkin.
Dalam pidato penutupnya, Profesor Richard Falk menegaskan bahwa tribunal ini lahir dari penderitaan rakyat Palestina yang telah berlangsung lebih dari satu abad.
“Setiap manusia di dunia memiliki kepentingan dalam keadilan bagi Palestina,” katanya.
“Jika para pelaku lolos dari tanggung jawab, maka dunia telah melegalkan salah satu kekejaman terburuk dalam sejarah.”
Falk menegaskan bahwa genosida di Gaza belum berakhir, dengan bukti serangan langsung terhadap warga sipil, rumah sakit, sekolah, dan pekerja kemanusiaan, serta blokade bantuan yang terus berlanjut.
