Gencatan Senjata Gaza Retak: 2 Prajurit Israel Tewas, Serangan Balasan Tewaskan 44 Warga Palestina
SinPo.id - Situasi di Jalur Gaza kembali memanas pada Minggu 19 Oktober 2025 setelah dua tentara Israel tewas akibat serangan militan Hamas. Militer Israel kemudian melancarkan serangan udara besar-besaran ke sejumlah titik di Gaza yang, menurut otoritas kesehatan setempat, menewaskan sedikitnya 44 warga Palestina.
Meski ketegangan meningkat, militer Israel pada Minggu malam mengumumkan bahwa gencatan senjata telah kembali berlaku, sementara bantuan kemanusiaan ke Gaza dijadwalkan dilanjutkan Senin menyusul tekanan diplomatik dari Amerika Serikat.
Dalam pernyataannya, militer Israel menyebut serangan balasan menargetkan komandan lapangan Hamas, gudang senjata, dan terowongan bawah tanah. Serangan dilakukan setelah kelompok bersenjata menembakkan rudal anti-tank dan menembaki patroli Israel.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump, yang menjadi perantara utama perjanjian gencatan senjata, mengatakan bahwa gencatan tetap berlaku, dan pihaknya meyakini pelanggaran tidak dilakukan langsung oleh pimpinan Hamas.
“Gencatan senjata masih berjalan. Kami akan menindak setiap pelanggaran secara tegas namun tepat,” kata Trump dalam pernyataan di Washington.
Tuduhan Pelanggaran Gencatan Senjata
Gencatan senjata yang mulai berlaku 10 Oktober 2025 semula berhasil menghentikan dua tahun perang, namun dalam beberapa hari terakhir Israel dan Hamas saling tuduh melanggar perjanjian.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan ia telah memerintahkan militer untuk “merespons dengan keras” terhadap pelanggaran Hamas. Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, bahkan menyatakan garis demarkasi atau “yellow line” di wilayah penarikan pasukan akan dijaga ketat, dan setiap pelanggaran akan dibalas dengan tembakan.
Dari pihak sebaliknya, Hamas menuduh Israel telah lebih dulu melanggar dengan melakukan serangan udara dan menghambat pasokan bantuan kemanusiaan, yang menurut mereka menyebabkan sedikitnya 46 korban jiwa.
Persoalan Jenazah Sandera
Sementara itu, Israel juga menuduh Hamas terlambat menyerahkan jenazah sandera yang tewas selama konflik. Hamas sebelumnya telah membebaskan 20 sandera hidup dan menyerahkan 12 jenazah dari total 28 sandera yang meninggal.
“Kami tidak memiliki niat menahan jenazah yang tersisa. Namun beberapa tubuh masih tertimbun reruntuhan dan membutuhkan peralatan khusus untuk evakuasi,” ujar pernyataan resmi Hamas.
Upaya Diplomasi Mesir dan Komunitas Internasional
Ketegangan terbaru ini mendorong Mesir kembali aktif menengahi perdamaian. Menurut laporan Xinhua, delegasi Hamas yang dipimpin Khalil al-Hayya bertemu pejabat tinggi Mesir di Kairo.
Mesir mengusulkan penarikan penuh pasukan Hamas dari posisi keamanan dan politik di Gaza, serta menggantinya dengan 1.000 polisi Otoritas Palestina (PA) yang akan bekerja bersama pasukan pengaman internasional di bawah pengawasan Mesir.
Usulan ini merupakan bagian dari fase kedua kesepakatan gencatan senjata yang tengah dibahas tanpa melibatkan langsung Israel.
Di saat bersamaan, Menlu Mesir Badr Abdelatty mengadakan komunikasi dengan Jerman, Italia, Spanyol, dan Kanada untuk mempersiapkan Konferensi Internasional Rekonstruksi Gaza yang dijadwalkan berlangsung November 2025 di Kairo. Negara-negara tersebut sepakat mendukung pemulihan dini dan pembangunan kembali Gaza dalam kerangka koordinasi bersama Mesir.
Tekanan Internasional
Komunitas internasional kini menyoroti rentannya stabilitas gencatan senjata yang baru berjalan dua minggu. Amerika Serikat menegaskan akan terus menekan kedua pihak agar menahan diri, sementara Mesir dan PBB berupaya menyusun mekanisme pengawasan pelanggaran agar insiden serupa tak terulang.
Meski gencatan senjata diklaim masih berlaku, situasi di Gaza tetap tegang dan tidak menentu, dengan suara drone dan pesawat tempur Israel masih terdengar di langit selatan wilayah tersebut.

