DPR Dorong Kajian Mendalam Penerapan Bioetanol untuk Kurangi Ketergantungan Energi Fosil
SinPo.id - Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Sugeng Suparwoto, menekankan pentingnya kajian komprehensif terhadap kebijakan pemanfaatan bioetanol sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia.
Pihaknya meminta agar enerapan bioetanol dilakukan secara hati-hati dan berbasis riset ilmiah yang terbukti aman, karena kebijakan tersebut menyangkut hajat hidup masyarakat luas dan berbagai sektor strategis nasional.
"Etanol ini memiliki sifat kimia yang spesifik, salah satunya bersifat korosif,” kata Sugeng, dalam keterangan persnya, dikutip Minggu, 19 Oktober 2025.
Menurutnya, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan bioetanol sebagai bahan bakar kendaraan terutama melalui sumber daya alam yang melimpah di wilayah tropis. Terlebih, banyak negara di dunia telah menerapkan kebijakan tersebut.
Namun, kata Sugeng, implementasinya harus melalui penelitian dan uji coba menyeluruh agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap performa kendaraan maupun infrastruktur energi.
“Pemanfaatan bioetanol ini sebenarnya langkah yang baik, apalagi jika kita melihat dampak jangka panjangnya terhadap ekonomi dan lingkungan. Tapi harus dikaji betul secara ilmiah agar tidak menimbulkan efek teknis yang tidak diinginkan,” ungkapnya.
Meski demikian, penggunaan bioetanol dapat menjadi solusi strategis untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil yang kini menimbulkan beban besar bagi perekonomian nasional.
Tercatat konsumsi BBM Indonesia saat ini mencapai sekitar 1,6 juta barel per hari, sementara kemampuan produksi dalam negeri hanya sekitar 600 ribu barel per hari.
“Artinya, kita masih mengimpor sekitar satu juta barel per hari, baik dalam bentuk minyak mentah maupun produk BBM jadi. Ini menjadi beban ekonomi yang terus meningkat setiap tahun dan membebani APBN kita,” jelasnya.
Ia pun memaparkan bahwa beban subsidi energi nasional juga masih sangat besar. Total subsidi energi, termasuk listrik, solar, dan LPG 3 kilogram, mencapai sekitar Rp308 triliun.
Oleh sebab itu, dengan penerapan bioetanol hingga 10 persen dalam campuran BBM, Sugeng menilai Indonesia dapat mengurangi impor bahan bakar, menekan subsidi energi, sekaligus berkontribusi pada pengurangan emisi karbon.
“Kalau 10 persen dari BBM digantikan dengan bioetanol, maka volume impor BBM bisa turun hingga 10 persen. Ini tentu berdampak langsung pada penghematan devisa dan penurunan emisi,” katanya menambahkan.
