Perpusnas Tetapkan Lima Naskah Baru sebagai Ingatan Kolektif Nasional 2025
SinPo.id - Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) menetapkan lima naskah baru sebagai Ingatan Kolektif Nasional (IKON) 2025. Program ini merupakan bagian dari upaya Perpusnas untuk mengarusutamakan naskah nusantara sebagai sumber pengetahuan, jati diri, dan ingatan kolektif bangsa.
Kepala Perpusnas, E. Aminudin Aziz, menegaskan bahwa pengarusutamaan naskah berarti menempatkan manuskrip dan nilai-nilai di dalamnya sebagai bagian utama kebudayaan dan pembangunan nasional. “Melalui program ini, naskah dan kandungannya harus ditempatkan sebagai arus utama, tidak lagi menjadi isu yang termarjinalkan,” ujarnya dalam Simposium Internasional Pernaskahan Nusantara XX di Auditorium Lantai 2 Perpusnas, Jakarta, dikutip Jumat, 17 Oktober 2025.
Menurutnya, keberhasilan program pengarusutamaan naskah nusantara sangat bergantung pada dukungan ekosistem pernaskahan yang kuat, kebijakan anggaran yang memadai, serta keberpihakan negara terhadap kemajuan literasi dan kebudayaan,” ujarnya. Ia menambahkan, bangsa yang maju adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. “Sejarah hanya bisa hidup melalui pelestarian dan pendayagunaan yang optimal terhadap sumber-sumbernya,” tegasnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Perpusnas, Suharyanto, menjelaskan bahwa proses penetapan naskah IKON dilakukan melalui seleksi usulan dari para ahli. “Dewan pakar menilai setiap naskah berdasarkan tiga aspek utama, yaitu signifikansi sejarah, sosial dan kemasyarakatan, serta komitmen pemilik budaya terhadap pelestarian dan pemanfaatan manuskrip,” ungkapnya.
Dalam proses ini, sambungnya, Perpusnas bertindak sebagai Komite IKON, yang berperan mengorganisir, memfasilitasi, dan membantu proses pengusulan dari daerah. Dasar hukum pelaksanaan program ini tertuang dalam Peraturan Kepala Perpusnas Nomor 2 Tahun 2023 tentang IKON.
“Kepala Perpusnas menetapkan naskah IKON atas rekomendasi Dewan Pakar. Setelah naskah ditetapkan sebagai IKON, Komite Memory of the World (MoW) Indonesia bersama Dewan Pakar akan membahas naskah yang berpotensi diusulkan ke UNESCO sebagai warisan dunia,” terangnya.
Lima Naskah IKON 2025
Adapun lima naskah yang ditetapkan sebagai (IKON) 2025 meliputi Naskah Kulit Kayu: Ingok Perjanjian Kita, Diusulkan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung serta UPTD Museum Negeri Provinsi Lampung “Ruwa Jurai”. Naskah beraksara Lampung dari abad ke-17 atau ke-18 ini ditulis di atas kulit kayu dan memuat kisah perjanjian antara manusia, jin, dan makhluk hutan. Isinya merefleksikan nilai-nilai spiritual, kearifan ekologis, dan etika sosial masyarakat Lampung pada masa lampau.
Pengusul kedua yakni Naskah Poerba Ratoe: Catatan Sejarah Masyarakat Labuhan Ratu (1907–1915). Diajukan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung dengan Arief Sofyan sebagai pemilik naskah. Ditulis dalam bahasa Lampung, naskah ini berisi catatan hukum adat, sistem pemerintahan lokal, serta interaksi masyarakat dengan pihak kolonial. Isinya menggambarkan tatanan sosial dan struktur kekuasaan masyarakat Labuhan Ratu pada awal abad ke-20.
Selanjutnya, Pusparagam Naskah Warisan Skriptorium Pecenongan. Diajukan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Provinsi DKI Jakarta. Koleksi berisi 33 naskah berbagai genre, mencakup cerita, syair simbolik, dan teks keagamaan, yang disalin di kawasan Pecenongan, Batavia, pada abad ke-19. Karya ini menggambarkan dinamika literasi masyarakat urban masa kolonial dan peran Pecenongan sebagai pusat penulisan dan pembelajaran.
Naskah keempat, Babad Trunajaya yang diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama Pemerintah Kabupaten Sumenep. Naskah ini menuturkan sejarah Perang Trunajaya (1674–1680) dari berbagai perspektif, termasuk pandangan rakyat Madura yang memuliakan Trunajaya sebagai pahlawan. Kisahnya mencerminkan semangat perlawanan terhadap ketidakadilan serta perjuangan mempertahankan martabat daerah.
Nominator terakhir, Lontar Tawang Alun yang diajukan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Banyuwangi dengan Wahyu Naga Pratala sebagai pemilik naskah. Naskah lontar ini merupakan warisan kerajaan Hindu terakhir di Jawa, Blambangan. Isinya memuat catatan sejarah, politik, dan kebudayaan masyarakat pesisir timur Jawa serta nilai-nilai kepemimpinan Prabu Tawang Alun yang legendaris.
Kelima naskah tersebut dinilai memiliki nilai sejarah dan budaya tinggi yang merekam perjalanan sosial masyarakat di berbagai daerah, sekaligus memperkaya daftar warisan dokumenter nasional yang dilindungi dan dipromosikan melalui program IKON Perpusnas.
Penyerahan sertifikat dilakukan dalam rangkaian simposium yang berlangsung pada 15–17 Oktober 2025. Penetapan IKON 2025 merupakan momentum untuk mempertegas peran naskah sebagai ingatan kolektif bangsa dan sumber inspirasi bagi masa depan filologi Indonesia.

