BPOM: Obat dari Amerika Harus Tetap Diregistrsi dan Evaluasi
SinPo.id - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar menegaskan, produk obat-obatan dari (AS), yang masuk ke Indonesia, harus tetap melalui proses registrasi dan dievaluasi, sesuai dengan aturan di tanah air.
Hal ini merespons klausul tarif resiprokal bahwa produk obat AS yang diimpor ke Indonesia dan telah memiliki persetujuan dari United States Food and Drug Administration (US FDA), dapat langsung diedarkan.
"Meskipun obat sudah ada dalam daftar US FDA, tetap dilakukan proses evaluasi yang dapat dipercepat melalui mekanisme reliance. Dengan mekanisme ini, kami sudah memangkas waktu penerbitan izin edar dari 300 hari kerja menjadi hanya 90 hari kerja," kata Taruna dalam keterangannya, Sabu, 11 Oktober 2025.
Taruna menyampaikan, tahun ini BPOM menargetkan untuk masuk sebagai WHO Listed Authority (WLA). Saat ini, Indonesia berada pada level 3 untuk aspek maturitas dalam hal evaluasi produk vaksin, sementara otoritas AS telah mencapai level tertinggi.
"Kalau berhasil (tahun ini memperoleh pengakuan WLA), Indonesia akan sejajar dengan US FDA sehingga vaksin kita dapat diekspor ke seluruh dunia tanpa hambatan berarti," jelasnya.
Poin lain yang disoroti BPOM adalah mengenai klausul pembaruan izin edar terhadap produk obat impor dari AS yang sebelumnya telah masuk ke Indonesia.
BPOM menilai, mekanisme pembaruan izin edar penting dan tetap diperlukan untuk menjamin keamanan produk. "Bukan menolak, tetapi kita percepat prosesnya. Saat ini, masa berlaku izin edar adalah 5 tahun, setelah itu wajib diperbarui," tegas Taruna.
Sementara untuk isu produk makanan, BPOM mengungkapkan tantangan serius bagi ekspor pangan Indonesia. Pemerintah AS telah mengeluarkan alert untuk produk berbasis udang Indonesia yang masuk ke dalam red list. Artinya produk tersebut ditolak.
Selain itu, beberapa produk rempah Indonesia juga masuk dalam yellow list, yang berarti menjadi produk yang diawasi lebih ketat peredarannya di AS.
"Rempah-rempah adalah kekuatan utama kita. Jika terkena pembatasan, dampaknya bisa mencapai Rp500 triliun terhadap ekspor makanan. Bahkan, negara lain seperti Arab Saudi, Singapura, dan Jepang sudah menyampaikan perhatian," katanya.
Lebih lanjut, Taruna memastikan, BPOM akan terus memperkuat koordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk menjaga keberlanjutan ekspor produk pangan dan kesehatan Indonesia, khususnya dengan AS.
"BPOM juga akan terus berupaya memastikan prinsip keadilan dan jaminan akan keamanan produk yang beredar di Indonesia sesuai dengan standar yang berlaku secara global," tukasnya.
