Haidar Alwi Sarankan Soleman Ponto Lebih Bijak Berargumen

Laporan: Tim Redaksi
Rabu, 08 Oktober 2025 | 23:42 WIB
Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi (SinPo.id/ Humas Polri)
Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi (SinPo.id/ Humas Polri)

SinPo.id - Pernyataan mantan Kepala BAIS TNI, Soleman Ponto, tentang Polri kembali menuai perhatian. Pasalnya, pernyataan tersebut menimbulkan polemik.

Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi menyarankan, Ponto lebih bijak berargumen. Bukan malah memberi kritik yang tidak berdasar.

"Alih-alih menyampaikan kritik yang konstruktif, Ponto justru terjebak dalam narasi yang berpotensi membenturkan institusi TNI dengan Polri. Bahkan mendiskreditkan Polri di mata masyarakat," kata Haidar dalam keterangannya, Rabu, 8 Oktober 2025.

Dua poin pernyataan Ponto yang disoroti Haidar antara lain soal penerimaan hibah dari pihak ketiga, dan penugasan anggota di luar struktur Polri. Kritik tersebut dinilai tidak obyektif.

Dalam kritik pertamanya, Ponto menyebut Polri menerima hibah dua hektar tanah di kawasan PIK 2 dari Agung Sedayu Group untuk pembangunan asrama Brimob. Padahal, dalam praktik kenegaraan, hibah dari pihak ketiga bukan hal tabu selama dilakukan secara transparan dan sesuai aturan.

"Ironisnya, TNI sebagai institusi yang pernah menaungi Ponto juga menerima hibah dalam skala yang besar, namun tak pernah menjadi bahan kritiknya," katanya.

Data menunjukkan, TNI menerima 11.250 unit rumah dinas Kodim dari PT Hutama Andalan Karya Abadi (HAKA), dana CSR Rp57,5 miliar dari 14 perusahaan, puluhan ribu meter persegi keramik dari PT Arwana Citra Mulia Tbk. Serta kendaraan dan genset dari PT Respati Solusi Rekatama dan PT ANTAM. Semua itu diterima atas nama sinergi pembangunan pertahanan negara.

"Maka ketika hibah kepada Polri disampaikan dengan kacamata negatif. Sementara hibah kepada TNI diabaikan begitu saja, sulit untuk tidak menyimpulkan bahwa kritik Ponto bersifat berpura-pura bahkan cenderung mengandung agenda terselubung," jelas Haidar.

Selain itu, Ponto mengungkit data, ada 4.351 anggota Polri bertugas di luar struktur institusi, lalu menyebut hal itu sebagai penyimpangan. "Padahal, di tubuh TNI sendiri terdapat 4.472 prajurit yang juga ditugaskan di berbagai instansi sipil," tegasnya.

Haidar menegaskan, penugasan lintas struktur di TNI maupun Polri bukan pelanggaran. Melainkan mekanisme resmi negara untuk menempatkan personel, dengan kompetensi khusus di sektor strategis.

"Bila fenomena ini diterima sebagai hal yang wajar di lingkungan TNI, mengapa tiba-tiba menjadi masalah besar ketika terjadi di Polri? Sikap seperti ini bukan hanya tidak objektif, tapi juga membangun persepsi timpang seolah-olah TNI steril dan Polri bermasalah," ujar Haidar Alwi.

Bahaya dari narasi semacam ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Pernyataan publik dari seorang mantan pejabat intelijen senior membawa pengaruh besar terhadap opini masyarakat.

Ketika narasi itu tidak didasarkan pada keseimbangan data, ia menjadi bahan bakar bagi polarisasi dan gesekan antar-institusi. Di tengah upaya negara menjaga soliditas TNI-Polri sebagai dua pilar pertahanan dan keamanan nasional, framing seperti ini justru menabur benih ketegangan yang berpotensi mengganggu keharmonisan kelembagaan.

"Dengan kata lain, apa yang disampaikan Ponto bukan sekadar kritik. Tetapi retorika yang berisiko merusak," kata Haidar Alwi.

Menurutnya, kritik memang perlu, namun harus lahir dari integritas dan intelektual, bukan motif emosional atau politik. "Itu bukan bentuk kepedulian, melainkan penggiringan opini," imbuhnya.

"Kritik yang adil membangun kepercayaan. Kritik yang bias membangun perpecahan. Dan sayangnya, apa yang disampaikan Soleman Ponto lebih mendekati yang kedua," pungkasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI