Dua Tahun Setelah Serangan 7 Oktober, Israel dan Hamas Gelar Negosiasi Perdamaian di Tengah Krisis Gaza

Laporan: Tim Redaksi
Rabu, 08 Oktober 2025 | 06:26 WIB
Ilustrasi. (SinPo.id/Jurnalis Gaza, Mohammad Rabah)
Ilustrasi. (SinPo.id/Jurnalis Gaza, Mohammad Rabah)

SinPo.id -  Israel memperingati dua tahun serangan 7 Oktober 2023 yang dilancarkan oleh militan Hamas di Gaza, sementara delegasi Israel dan Hamas menggelar pembicaraan tidak langsung di Mesir untuk membahas rencana perdamaian yang diusulkan oleh Presiden AS Donald Trump.

Serangan pada akhir festival Yahudi Sukkot itu menjadi serangan mematikan terbesar dalam sejarah Israel, menewaskan 219 orang, sebagian besar adalah warga sipil, dan menculik 251 orang sebagai sandera, dengan 47 masih berada di tangan Hamas, termasuk 25 yang diyakini tewas menurut militer Israel. Hamas menyebut serangan tersebut sebagai "tanggapan historis" terhadap upaya Israel untuk menghapuskan perjuangan Palestina.

Tekanan Internasional Meningkat

Dengan sebagian besar Gaza hancur dan krisis kelaparan yang berkembang, tekanan internasional untuk mengakhiri perang meningkat. Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyerukan agar sandera dilepaskan segera dan tanpa syarat serta menghentikan permusuhan di Gaza. Laporan PBB menyebut dugaan genosida yang dilakukan Israel di Gaza, sementara Hamas dituding melakukan kejahatan perang dan pelanggaran HAM terkait serangan 7 Oktober. Kedua pihak menolak tuduhan tersebut.

Negosiasi Perdamaian

Trump mengusulkan rencana perdamaian 20 poin, termasuk gencatan senjata, pembebasan sandera, pelucutan senjata Hamas, dan penarikan bertahap Israel dari Gaza. Pembicaraan awal digelar di Sharm el-Sheikh, Mesir, dengan mediator Mesir dan utusan khusus Trump, Steve Witkoff, terlibat. Negosiasi ini difokuskan pada fase pertama kesepakatan, yakni menciptakan kondisi untuk pembebasan sandera, akses bantuan kemanusiaan, dan pembebasan tahanan Palestina.

Meski ada pembicaraan, serangan Israel di Gaza masih berlangsung. Pada Selasa, empat orang dilaporkan tewas akibat serangan militer Israel, sementara Qatar menekankan bahwa gencatan senjata seharusnya sudah diterapkan sesuai rencana Trump.

Kenangan dan Kesedihan di Israel

Di Israel, keluarga korban serangan Nova Music Festival menyalakan lilin dan menggelar sejenak hening untuk mengenang hampir 400 orang yang tewas, termasuk mereka yang diculik. Banyak keluarga mengekspresikan kemarahan dan duka atas gagalnya pemerintah Netanyahu mengamankan gencatan senjata dan kembalinya sandera.

Orit Baron, ibu korban, menyebut 7 Oktober sebagai hari "hitam" bagi keluarganya, sementara Shay Dickmann berharap perang segera berakhir dan semua sandera bisa kembali ke rumah.

Krisis Kemanusiaan di Gaza

Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, lebih dari 67.000 orang tewas, dengan lebih dari separuh adalah wanita dan anak-anak. Sekitar 90% penduduk Gaza mengalami pengungsian berulang, dengan keterbatasan bantuan kemanusiaan memperparah krisis kelaparan. Warga Gaza, seperti Abeer Abu Said dan Maha Shbeir, menggambarkan kehidupan sehari-hari selama perang sebagai neraka yang berkepanjangan, dengan luka, kematian, dan kehancuran yang meluas.

Tegangan dan Ancaman Kembali ke Perang

Jenderal Israel Eyal Zamir memperingatkan bahwa militer akan kembali berperang jika negosiasi gagal. Hamas bersikeras akan membebaskan sandera hanya sebagai bagian dari gencatan senjata permanen dan penarikan Israel.

Kedua pihak kini berada di persimpangan kritis, dengan dunia menanti apakah rencana perdamaian Trump dapat menjadi jalan untuk mengakhiri perang yang telah menghancurkan kehidupan jutaan warga Palestina dan Israel.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI