KemenHAM Minta Revisi KUHAP Selaras dengan Instrumen HAM Internasional

Laporan: Juven Martua Sitompul
Senin, 22 September 2025 | 14:05 WIB
Ruang rapat Komisi III DPR RI (Ashar/SinPo.id)
Ruang rapat Komisi III DPR RI (Ashar/SinPo.id)

SinPo.id - Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) meminta Komisi III DPR RI guna menyelaraskan revisi Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan sejumlah instrumen HAM internasional.

Wakil Menteri HAM Mugiyanto mengatakan instrumen-instrumen internasional seperti International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) dan Convention Against Torture atau Konvensi Anti Penyiksaan yang sudah diratifikasi oleh Indonesia, bukan sebuah pilihan melainkan kewajiban konstitusional.

"Kementerian Hak Asasi Manusia mendorong adanya harmonisasi amandemen RUU KUHAP ini agar selaras dengan Astacita pembangunan hukum nasional," kata Mugiyanto dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 22 September 2025.

Dia menjelaskan bahwa sejumlah mandat hukum internasional yang telah diratifikasi, di antaranya ICCJR melalui UU Nomor 12 Tahun 2005 yang mengamanatkan negara untuk menjamin hak kebebasan individu, hak atas peradilan yang adil, larangan penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, serta hak untuk segera dihadapkan ke hakim.

Kemudian, Convention Against Torture (CAT) yang telah diratifikasi melalui UU Nomor 5 Tahun 1998, mengamanatkan negara agar melarang penyiksaan dalam bentuk apa pun, mewajibkan negara memberikan perlindungan efektif, serta menjamin korban memperoleh pemulihan penuh (kompensasi, rehabilitasi, jaminan ketidakberulangan).

"Ratifikasi membuat ICCPR dan CAT bukan sekadar pedoman moral, tetapi kewajiban hukum internasional yang mengikat negara secara konstitusional," kata dia.

Untuk itu, dia meminta agar seluruh ketentuan acara pidana selaras dengan standar internasional tersebut agar sistem peradilan Indonesia berkarakter adil, manusiawi, dan menghormati martabat.

Di sisi lain, dia mengatakan penyusunan dan pembahasan revisi KUHAP harus dilakukan secara transparan dan inklusif dengan melibatkan partisipasi publik secara bermakna.

"Termasuk komitmen bapak pimpinan tadi untuk tidak tergesa-gesa, penuh kehati-hatian, karena ini kita bicara tentang RUU yang sangat strategis," kata dia.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI