Pengakuan Mutlak Kedaulatan Palestina
Tidak akan ada perdamaian abadi di kawasan Timur Tengah tanpa terwujudnya Negara Palestina merdeka.
SinPo.id - Voting Majelis Umum PBB lewat rapat keputusan resolusi konflik antara Israel dan Palestina, Jum’at, 12 September lalu menghasilkan putusan pengakuan kedaulatan Palestina.
Catatan resmi PBB menyebutkan 142 dari total 193 negara anggota mengakui Palestina sebagai negara yang diproklamasikan pada tahun 1988. Voting yang tak melibatkan Hamas itu juga menunjukan terdapat 10 negara menolak resolusi serta 12 negara lainnya abstain.
Direktur PBB di International Crisis Group, Richard Gowan, dikutip dari AFP, Jumat 12 September 2025, mengatakan voting suara merupakan upaya Majelis Umum PBB mendukung Deklarasi New York pada Juli 2025. “Deklarasi yang mendesak Israel berkomitmen atas kemerdekaan dan keadulatan negara Palestina.” ujar Gowan.
Voting menghasilkan pengakuan negara-negara dunia terhadap Palestina itu mendahului KTT PBB diinisiasi Prancis dan Arab Saudi yang sedianya digelar pada 22 September di New York.
Sebelumnya Presiden Prancis Emmanuel Macron berjanji secara resmi mengakui negara Palestina dalam forum itu. "Sekarang, setidaknya negara-negara yang mendukung Palestina dapat membantah tuduhan Israel bahwa mereka secara implisit membenarkan Hamas," ujar Macron .
Tercatat deklarasi New York mencakup pembahasan tentang pengerahan misi stabilisasi internasional sementara ke wilayah yang terdampak di bawah mandat Dewan Keamanan PBB. Tujuannya mendukung penduduk sipil Palestina dan memfasilitasi tanggung jawab keamanan Otoritas Palestina.
Selain mendukung pengakuan atas negara Palestina yang merdeka, suara mayoritas Majelis Umum PBB juga memproyeksikan solusi dua negara antara Palestina dan Israel.
Sedangkan deklarasi new York mengutuk serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023, sekaligus menekan Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza, membebaskan semua sandera, dan menyerahkan senjata kepada Otoritas Palestina.
"Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan senjatanya kepada Otoritas Palestina," tulis deklarasi tersebut.
Resolusi juga atas pengakuan negara Palestina juga mengecam serangan Israel atas warga sipil dan infrastruktur sipil di Gaza. Termasuk mengecam pengepungan yang menyebabkan kelaparan dan bencana kemanusiaan serta krisis perlindungan. Sikap mayoritas negara-negara PBB itu muncul terkait operasi militer di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 64 ribu warga Palestina sejak 7 Oktober 2023.
Mendorong Masa Transisi Palestina
Resolusi itu berisikan sejumlah poin usulan atas agresi Israel terhadap Gaza yang sudah berjalan nyaris dua tahun hingga krisis kemanusiaan di Palestina akibat serangan tersebut.
Selain mendukung pengakuan Palestina sebagai negara merdeka serta proyeksi Solusi Dua Negara dengan Israel, mayoritas negara anggota di Majelis Umum PBB juga mengakui Otoritas Palestina (PA) yang memerintah dan mengendalikan seluruh wilayah Palestina. Hal itu harus dicapai dengan Hamas yang menyerahkan senjata dan kuasanya kepada PA.
Majelis Umum PBB juga mengusulkan pembentukan komite administratif transisi segera setelah gencatan senjata di Gaza serta menyarankan penempatan misi yang didukung PBB untuk melindungi warga sipil Palestina dan memberikan jaminan keamanan bagi warga Palestina dan Israel.
Langkah itu sebagai dukungan transisi pemerintahan yang damai kepada PA, serta memantau gencatan senjata dan perjanjian perdamaian di masa depan.
Meski KTT PBB yang mengakui berdirinya negara Palestina merdeka akan menjadi tantangan besar bagi Presiden Palestina Mahmoud Abbas yang kemungkinan dirintangi mengunjungi New York untuk menghadiri KTT PBB tersebut lantaran Pemerintah Amerika Serikat menolak visanya.
Sikap Indonesia
Anggota Komisi I DPR RI, Syamsu Rizal atau yang akrab disapa Deng Ical, mendorong pemerintah Indonesia untuk terus memainkan peran aktif dalam diplomasi internasional, sebagai langkah mendukung kemerdekaan Palestina.
“Indonesia harus tetap berada di garis depan perjuangan diplomasi untuk Palestina. Dukungan politik luar negeri Indonesia yang konsisten sejak era kemerdekaan harus terus diperkuat, baik melalui jalur bilateral maupun forum multilateral,” kata Deng Ical.
Ia meminta agar resolusi terbaru PBB yang mendukung kemerdekaan Palestina dan solusi dua negara dapat segera diwujudkan dalam tindakan nyata.
Selain itu ia yakin realisasi resolusi PBB dan implementasi solusi dua negara akan menjadi titik balik penting mewujudkan stabilitas dan perdamaian di kawasan Timur Tengah. “Tanpa itu, konflik hanya akan terus berulang dan melahirkan generasi yang tumbuh dalam siklus kekerasan tanpa akhir,” ujar Deng Ical menambahkan.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Vahd Nabyl A. Mulachela menyatakan posisi Indonesia ikut mendukung dan terus konsisten memperjuangkan kemerdekaan Palestina di forum internasional.
“Bagi Indonesia, pengakuan global sangat penting untuk memberikan Palestina posisi yang setara dalam proses perdamaian,” ujar Vahd.
Menurut Vahd, Indonesia terus meningkatkan koordinasi dengan berbagai negara serta organisasi internasional untuk menggalang dukungan atas status kenegaraan Palestina dan mendorong tercapainya gencatan senjata segera di Gaza.
“Misalnya, pada Konferensi Tingkat Menteri Luar Biasa OKI pada 25 Agustus 2025, Indonesia bersama negara-negara Islam lainnya menyatukan suara menolak keras rencana Israel melakukan pendudukan permanen dalam skala besar di Palestina dan aneksasi Gaza,” kata Vahd menjelaskan.
Selain jalur diplomasi, Indonesia juga berkomitmen untuk tetap memberikan dukungan kemanusiaan bagi warga Palestina berupa bantuan kemanusiaan kepada rakyat Gaza. “Termasuk tawaran melakukan evakuasi bagi pasien yang memerlukan perawatan darurat sebagaimana diminta Dirjen WHO,” katanya.
Dorongan yang sama juga disampaikan Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Mardani Ali Sera. Dalam pernyataanya, Mardani mendukung keputusan KTT Darurat Arab-OKI di Doha yang menuntut penghentian agresi militer Israel terhadap Palestina.
Hasil KTT tersebut juga menegaskan perlunya strategi terpadu, mulai dari penerapan boikot komprehensif, upaya diplomasi di PBB, hingga penguatan dukungan kemanusiaan bagi Palestina.
Terlebih negara-negara peserta juga menegaskan bahwa tanpa keadilan bagi rakyat Palestina, stabilitas kawasan tidak akan pernah terwujud.
“Israel harus dikenakan sanksi nyata, baik melalui mekanisme boikot ekonomi maupun upaya hukum internasional. Dunia Islam perlu menunjukkan persatuan dalam membela keadilan dan kemanusiaan,” kata Mardani.
Ia menegaskan Indonesia melalui BKSAP siap mendorong agar keputusan KTT Doha dijalankan secara nyata, sehingga perjuangan bangsa Palestina menuju kemerdekaan penuh dapat segera terwujud.
Tercatat pertemuan tersebut dihadiri oleh 22 Kepala Negara dan Pemerintahan anggota OKI dan Liga Arab, termasuk Presiden Turki, Presiden Palestina, Presiden Iran, Perdana Menteri Arab Saudi, Perdana Menteri Pakistan, dan Perdana Menteri Malaysia.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Sugiono saat menghadiri KTT Darurat Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), menegaskan tidak akan ada perdamaian abadi di kawasan Timur Tengah tanpa terwujudnya Negara Palestina merdeka.
"Tidak akan ada perdamaian abadi tanpa solusi dua negara. Jalan menuju perdamaian tetap satu: terwujudnya Negara Palestina merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya," ujar Sugiono saat berbicara mewakili Presiden RI Prabowo Subianto. (*)

