Berharap Kebijakan Baru Menteri Purbaya
Stimulus tambahan menyiapkan percepatan implementasi program agar mampu menciptakan lebih banyak lapangan kerja. Menekankan pentingnya sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter.
SinPo.id - Presiden Prabowo Subianto resmi melantik lima pejabat baru Kabinet Merah Putih lewat reshuffle yang digelar di Istana Negara, Jakarta, Senin, 8 September 2025. Di antara lima Menteri itu terdapat Purbaya Yudhi Sadewa yang dilantik sebagai Menteri Keuangan menggantikan Sri Mulyani Indrawati.
Usai pelantikan, Purbaya menyampaikan arahan Presiden Prabowo untuk meningkatkan kondisi ekonomi nasional yang mengalami perlambatan. Sedangkan saat ini kondisi perlambatan sudah teridentifikasi, sehingga dapat segera ditangani.
“Sekarang kan ekonomi agak melambat. Kita sudah pelajari kelemahannya, ke depan akan kita perbaiki,” kata Purbaya.
Sehari usai dilantik, tepatnya Selasa, 9 September 2025, Purbaya langsung mengikuti rapat terbatas bersama sejumlah menteri Kabinet Merah Putih. Rapat yang dimpimpin Prsiden Prabowo tersebut membahas langkah-langkah percepatan program pemerintah guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Dalam pernyataanya usai rapat, Purbaya menyampaikan pemerintah berkomitmen mempercepat pelaksanaan program pembangunan yang telah dirancang. Termasuk kebijakan yang ada saat ini perlu dioptimalkan agar dampaknya lebih cepat dirasakan masyarakat.
“Kebijakan-kebijakan yang ada sekarang itu kelihatannya belum terlalu lancar diselenggarakan. Tadi rapat menentukan atau memutuskan untuk mempercepat semuanya. Jadi harusnya ekonomi akan tumbuh lebih cepat,” ujar Purbaya usai rapat terbatas.
Ia menegaskan komitmen pemerintah menjaga defisit fiskal sesuai ketentuan undang-undang, yakni maksimal di level 3 persen. Purbaya menepis anggapan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan otomatis memicu inflasi. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diproyeksikan berada di kisaran 6,5 hingga 6,7 persen masih dalam batas aman.
“Jadi nggak otomatis defisit APBN menyebabkan inflasi atau belanja menyebabkan inflasi. Kita lihat sisi-sisi yang lain, kapasitas ekonominya untuk menciptakan pertumbuhan seperti apa,” ucapnya.
Terkait stimulus tambahan, ia menyebut pemerintah sedang menyiapkan percepatan implementasi program yang ada agar mampu menciptakan lebih banyak lapangan kerja. Selain itu, Purbaya juga menekankan pentingnya sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter.
Rencana APBN dan Pertubuhan Ekonomi
Usai pelantikan Purbaya harus dihadapkan pada pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam laporannya ke Presiden, Purbaya menekankan angka-angka dalam rancangan APBN masih bersifat sementara karena belum diputuskan bersama DPR.
Ia menyebut perubahan anggaran sangat mungkin terjadi, namun belum dapat dijelaskan lebih detail karena masih dalam tahap pembahasan. “Soal perubahan anggaran yang mungkin terjadi. Tapi saya belum bisa bicarakan karena masih didiskusikan dengan DPR,”ujar Purbaya menjelaskan.
Laporan yang disampaikan kepada Presiden mencakup keseluruhan APBN. Meski ia menegaskan tidak bisa mendahului hasil keputusan resmi DPR. Selain itu ia memastikan tidak ada lagi pemotongan dana transfer ke daerah (TKD) dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
Purbaya menegaskan kebijakan pemerintah terkait TKD diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. “Kita akan cenderung memberi, menjalankan kebijakan fiskal yang mendorong pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Menurut dia, strategi pemerintah lebih menekankan pada peningkatan kualitas penyerapan anggaran dan manajemen penggunaan dana agar tidak menekan sistem keuangan nasional. Sedangkan pemotongan TKD dipastikan tidak ada, Purbaya menyebut kemungkinan adanya penambahan dana masih harus dibahas bersama DPR RI.
Sedangkan target produk domestik bruto (PDB) 2026 sebesar 5,4 persen, lebih tinggi dibandingkan target 2025 yang berada di angka 5,2 persen. Investasi diperkirakan melambat dari 5,5 persen tahun ini menjadi 5,2 persen tahun depan. Konsumsi rumah tangga diproyeksikan meningkat dari 5,0 persen menjadi 5,2 persen. untuk ekspor ditargetkan naik dari 5,4 persen menjadi 6,7 persen. Dari sisi sektoral, pertanian diperkirakan tumbuh 4,1 persen, manufaktur 5,2 persen, serta informasi dan komunikasi 8,0 persen pada 2026.
Hadirnya Purbaya sebagai pengganti Sri Mulyani mendapat komentar dari Pengamat ekonomi Gabriel Kurniawan, yang menyebut perombakan kursi Menteri Keuangan sempat membuat perekonomian Indonesia kaget. Namun menjadi tantangan dan pembuktian bagi Purbaya untuk menjaga kepercayaan pasar.
"Pak Purbaya Menteri Keuangan yang baru perlu membuktikan dan menjaga iklim usaha tetap positif, termasuk meyakinkan atau membangun kembali dari awal kepercayaan publik dan investor global," kata Gabriel.
Menurut Gabriel, di antara sejumlah pekerjaan rumah yang harus dilakukan Purbaya, selain menjaga kepercayaan publik, adalah memperbaiki transparansi pengelolaan ruang fiskal pemerintah. Kemudian, juga memastikan investor dari negara lain, tetap percaya terhadap ekonomi Indonesia.
Karena, akan ada saja nantinya yang membandingkannya Purbaya dengan Sri Mulyani yang merupakan mantan Direktur Pelaksana World Bank. Dan, bagaimana membuat pasar tetap percaya. "Terbukti pasca pencopotan jabatan sebagai Menteri Keuangan kemarin pasar saham (IHSG) anjlok," kata Gabriel.
Gabriel menilai, selain menjaga keyakinan para investor global, Purbaya harus bisa mengatasi isu penerimaan pajak yang sedang lesu. Meski Purbaya saat serah terima jabatan memastikan tidak mengubah kebijakan fiskal dari Sri Mulyani, dan akan fokus pada optimalisasi perekonomian yang sudah ada, namun menurut Gabriel, kebijakan perpajakan yang sedang berjalan, perlu dievaluasi.
"Kebijakan perpajakan belakangan ini menurut saya masih memberatkan masyarakat. Di mana masih ada opsi yang lebih bijak terkait penerimaan negara," katanya.
Penganut Soemitronomics
Purbaya yang sebelumnya juga menjabat ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), merupakan penganut jurus lokal wisdom ala Soemitronomics yang dinilai mampu mengatasi berbagai persoalan ekonomi global.
"Jurus local wisdom itu bahkan sudah diperkenalkan jauh sebelum Indonesia Merdeka oleh Profesor Soemitro Djojohadikusumo tepatnya pada tahun 1943," kata Purbaya dalam acara LPS Financial Literacy di Medan, Rabu, 20 Agustus 2025.
Tercatat ide local wisdom mengacu disertasi mendiang Soemitro yang mengenalkan trilogi pembangunan yang menekankan pada tiga pilar yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan manfaat pembangunan dan stabilitas nasional yang dinamis.
“Dalam konteks trilogi itu, Prof Soemitro menekankan pentingnya stabilitas perbankan. Beliau mengambil pelajaran dari The Great Depression di AS, dan dampaknya pada perekonomian Indonesia,” ujar Purbaya menjelaskan.
Jurus lokal wisdom ala Soemitronomics itu kata Purbaya sudah terbukti ampuh meredam dampak krisis ekonomi global. Ia mencontohkan saat krisis ekonomi global 2008 akibat subprime mortgage di AS dan saat pandemi Covid-19 tahun 2020-2021, ekonomi Indonesia cepat pulih karena bertumpu pada domestik demand.
"Respon kebijakan ekinomi pada 2008 tepat karena aktivitas ekonomi tetap jalan yang ditopang oleh ketersediaan likuiditas melalui uang beredar yang tumbuh'," kata Purbaya.
Situasi yang sama juga berlaku saat Pandemi. Meskipun saat itu hampir kolaps, tetapi Pemerintah cepat mengubah dan merespon dengan pelonggaran secara terbatas, sehingga RI sukses keluar dari resesi dan kembali tumbuh positif seperti pada 2009 dengan tumbuh 4,9 persen.
"Pada 2020 juga kita pakai ilmu yang sejenis, karena sudah pintar yaitu menjaga domestic demand," kata Purbaya menegaskan.
Kondisi tersebut berbeda saat krisiis moneter 1997-1998. Saat itu kata Purbaya, respon kebijakan membingungkan karena suku bunga naik hingga 60 persen, sementara uang beredar tumbuh lebih dari 100 persen. Dampaknya dengan suku bunga tinggi, tidak ada pelaku usaha yang berani meminjam ke bank. Sebaliknya, uang beredar yang melimpah dipakai menyerang rupiah kembali.
Dari tiga krisis tersebut, kata Purbaya, dua di antaranya yaitu krisis global 2008 dan pandemi Covid-19 bisa dilalui dengan baik karena menggunakan pendekatan lokal wisdom, sedangkan krisis 1998 menyisakan celah yang dalam karena menggunakan resep dari luar.
"Jadi kita sudah punya modal yang besar, tinggal di manage dengan baik. Fokus pada diri sendiri dengan memanfaatkan domestik demand," katanya. (*)

