KPK Ungkap Dana Fasilitas Kredit LPEI Rp150 Miliar Dipakai Judi
SinPo.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap tersangka Hendarto selaku pemilik PT Sakti Mait Jaya Langit (PT SMJL) dan PT Mega Alam Sejahtera (PT MAS) tidak menggunakan dana pencairan fasilitas kredit dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk kebutuhan perusahaan.
Tersangka Hendarto justru menggunakan dana fasilitas kredit untuk bermain judi online, membeli aset, hingga kebutuhan keluarga. Jumlah uang yang digunakan Hendarto mencapai Rp150 miliar.
“Ini ironis, seharusnya uang itu digunakan untuk mendorong ekonomi komoditas di negara kita, ini salah satunya malah digunakan untuk judi, itu berdasarkan keterangannya dan informasi yang kami terima hampir Rp 150 miliar untuk judi tersebut,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu seperti dikutip Jumat, 29 Agustus 2025.
Atas perbuatannya itu, Hendarto ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pembiayaan di LPEI
Asep mengatakan, dalam perkara ini, KPK juga telah menyita aset berupa uang tunai, tanah bangunan, kendaraan bermotor, perhiasan, tas mewah, dan barang mewah lainnya.
“Total aset tersebut mencapai Rp540 miliar,” ujar dia.
Asep mengungkapkan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit LPEI kepada PT SMJL dan PT MAS mencapai Rp1,7 triliun.
Dalam kasus ini, KPK sudah lebih dulu memproses hukum lima orang tersangka per Maret 2025. Mereka ialah Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi dan Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan.
Kemudian Direktur Utama PT PE Newin Nugroho; Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal atau Komisaris Utama PT PE Jimmy Masrin; dan Direktur Keuangan PT PE Susy Mira Dewi Sugiarta.
Hendarto selaku pemilik PT SMJL dan PT MAS diduga melakukan pertemuan dengan Kukuh Wirawan selaku Direktur Pelaksana I LPEI untuk membahas dan memuluskan proses pencairan fasilitas kredit oleh LPEI.
Dalam pertemuan tersebut, Hendarto menyampaikan kebutuhan penambahan fasilitas pembiayaan baru dan tambahan untuk PT SMJL yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan PT MAS yang bergerak di bidang tambang.
Permohonan tersebut ditanggapi positif oleh Dwi Wahyudi yang selanjutnya memerintahkan Kukuh Wirawan untuk memproses pemberian pembiayaan melalui pengondisian pengajuan Memorandum Analisis Pembiayaan (MAP) atas perusahaan milik Hendarto.
Kedua perusahaan itu mendapatkan pembiayaan atau fasilitas kredit dari LPEI berupa Kredit Investasi Ekspor (KIE) dan Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) dengan rincian sebagai berikut:
Pada periode Oktober 2014 hingga Oktober 2015, PT SMJL mendapatkan fasilitas KIE sebanyak dua kali dengan total mencapai Rp950 miliar untuk refinancing kebun kelapa sawit dengan luas lahan inti sekitar 13.075 Ha di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, dengan jangka waktu 9 tahun sejak 25 November 2014 sampai dengan 25 Oktober 2023.
Sementara PT SMJL mendapat KMKE senilai Rp115 miliar, yang diperuntukkanrefinancingkebun kelapa sawit milik PT SMJL.
Kemudian, untuk PT MAS, pada April 2015 mendapat fasilitas dari LPEI sebesar US$50 juta (sekitar Rp670 miliar - berdasarkan kurs dolar pada 2015).
Dalam pemberian fasilitas pembiayaan kepada PT SMJL, ada niat jahat (mens rea) baik dari pihak debitur maupun dari kreditur. Pihak debitur mengajukan kredit dengan menggunakan agunan berupa lahan kebun sawit yang berada di kawasan hutan lindung dan hutan konservasi.
Di mana, Izin Pembukaan Lahan dan Izin Usaha Perkebunan PT SMJL telah dicabut, dan tidak akan terbit Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) dikarenakan berada di kawasan hutan lindung dan hutan konservasi serta tidak memiliki Izin Pelepasan Kawasan Hutan atas PT SMJL.
Sedangkan pihak kreditur memproses MAP PT SMJL untuk memenuhi prosedur pembiayaan dan menyetujuinya dengan menerbitkan Memorandum Keputusan Pembiayaan pada 2014, padahal diketahui isi dari MAP tersebut dengan sengaja mengabaikan ketentuan dan prinsip-prinsip pembiayaan yang telah diatur dalam peraturan LPEI.
Sementara itu, PT MAS disebut tidak layak mendapat pembiayaan sebesar US$50 juta, dengan alasan terjadi eksposur dana alias investasi besar-besaran kepada grup PT BJU pada saat harga batu bara sedang mengalami penurunan yang berpotensi ketidakmampuan membayar kewajiban pinjaman.
Dalam proses penyidikan, kata Asep, KPK menemukan serangkaian permohonan KIE dan KMKE yang diajukan oleh PT SMJL pada Oktober 2015 sebenarnya telah melanggar kesalahan prosedural yang ditujukan mengurangioutstandingkredit PT MAS berdasarkan memorandum analisis pembiayaan (MAP) oleh LPEI.
Atas perkara tersebut, Tersangka HD disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

