Komisi II DPR Tegaskan Pemberhentian Kepala Daerah Diatur Undang-undang

Laporan: Juven Martua Sitompul
Sabtu, 16 Agustus 2025 | 15:12 WIB
Ilustrasi. DPR Gelar rapat paripurna ke-21 Masa Sidang IV  tahun 2024-2025 membahas APBN 2026 dan Mitra Danantara (Ashar/SinPo id)
Ilustrasi. DPR Gelar rapat paripurna ke-21 Masa Sidang IV tahun 2024-2025 membahas APBN 2026 dan Mitra Danantara (Ashar/SinPo id)

SinPo.id - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Bahtra Banong menyebut aturan pemberhentian kepala daerah sama seperti saat pengangkatan. Mekanisme itu termaktub dalam Undang-Undang (UU) No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Legislator dari Fraksi Partai Gerindra itu menuturkan hal tersebut berlaku pula pada polemik yang ada di Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Jateng), baru-baru ini. Dia mengaku tidak masalah apabila DPRD Pati melakukan hak angket terhadap Bupati Pati, yang juga kader Gerindra.

Terpenting, kata dia, pemberhentian kepala daerah harus merujuk pada  UU tentang Pemerintahan Daerah. Dia menjelaskan dalam Pasal 78 ayat (1) UU 23 Tahun 2014, terdapat beberapa syarat kepala daerah bisa turun dari jabatannya, yakni ketika meninggal dunia, berhalangan atau mengundurkan diri, serta diberhentikan.

Khusus pemberhentian, Bahtra menuturkan tata cara yang tertuang dalam pasal yang sama, yakni 78 ayat (2), seperti masa jabatannya sudah berakhir serta tidak melaksanakan tugas selama 6 bulan berturut-turut dan seterusnya.

Untuk itu, dia mempersilakan DPRD Pati melanjutkan pemberian hak angket kalau memang terbukti melakukan pelanggaran. Dia menegaskan Indonesia merupakan negara hukum yang memiliki aturan main dan mekanisme.

Sebaliknya, bila tidak ada pelanggaran maka tidak boleh juga kepala daerah diberhentikan atas dasar emosional atau kepentingan politik tertentu.

"Jangan sampai teman-teman yang berdemonstrasi kemarin niatnya tulus ingin mengkritisi kebijakan yang dinilai tidak berpihak pada rakyat, namun justru ditunggangi oleh kepentingan pihak-pihak lain. Semoga tidak terjadi demikian," kata Bahtra dalam keterangannya, Jakarta, Sabtu, 16 Agustus 2025.

Lebih lanjut, Bahtra menambahkan jika memang hak angket sudah bergulir di DPRD Pati, maka Bupati Sudewo akan dimintai keterangan atau penjelasannya untuk mengklarifikasi terkait kebijakannya yang saat ini sudah dibatalkannya tersebut.

Jika kemudian dinilai terjadi pelanggaran, maka hal itu akan diuji kembali oleh Mahkamah Agung (MA). Namun jika tidak ditemukan pelanggaran, pimpinan komisi DPR yang antara lain membidangi urusan pemerintahan dalam negeri dan otonomi daerah tersebut berpendapat Sudewo dapat terus melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai kepala daerah.

"Intinya menurut saya, semuanya tidak boleh atas dugaan semata atau karena emosional tadi. Ada mekanisme, tata cara yang semuanya sudah diatur dalam undang-undang," kata Bahtra.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI