KPK Buka Peluang Panggil Hasto Lagi, Meski Sudah Dapat Amnesti
SinPo.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan masih terus menganalisis barang bukti yang disita dari Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI tahun 2019. Meski Hasto telah mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo Subianto dan resmi bebas dari hukuman, KPK membuka kemungkinan untuk memanggil Hasto kembali dalam kapasitasnya untuk memberikan keterangan lanjutan.
"Ya, kemungkinan-kemungkinan itu masih terbuka. Tentu kita terbuka untuk memanggil pihak mana pun yang bisa membantu proses penanganan perkara ini," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Selasa 5 Agustus 2025.
Barang bukti yang disita antara lain ponsel, buku catatan, dan flashdisk milik Hasto. Penyitaan dilakukan saat Hasto diperiksa sebagai saksi pada 10 Juni 2024 dalam kasus suap dengan tersangka Harun Masiku, yang hingga kini masih buron.
Meski proses hukum terhadap Hasto telah dihentikan melalui pemberian amnesti, Budi menegaskan bahwa penanganan perkara terhadap tersangka lain, termasuk pencarian terhadap Harun Masiku, masih terus berjalan.
“KPK masih terus melakukan pencarian terhadap Harun Masiku dan bekerja sama dengan aparat penegak hukum lainnya yang memiliki instrumen pendukung,” ujar Budi.
Terkait kapan barang bukti milik Hasto akan dikembalikan, KPK menyebut masih dalam tahap analisis dan belum ada keputusan pasti. “Masih dipelajari,” tambah Budi singkat.
Diketahui, Hasto Kristiyanto bersama mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong mendapat pengampunan dari Presiden Prabowo. DPR RI menyetujui permintaan pemberian amnesti dan abolisi yang diajukan pemerintah, bagian dari program pengurangan beban tahanan Lapas dan Rutan yang diklaim menyasar lebih dari 1.000 orang.
Namun, pemberian amnesti ini menuai sorotan publik. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyatakan bahwa kasus korupsi seperti yang menjerat Hasto tidak masuk dalam kategori kasus yang direncanakan untuk mendapatkan amnesti. ICJR menilai, pemberian amnesti pada Hasto berpotensi menjadi preseden buruk dan menimbulkan kesan intervensi politik terhadap penegakan hukum.
Pakar hukum pidana, Abdul Fickar Hadjar, menyebut bahwa keputusan ini jelas merupakan bagian dari tindakan politik. “Apapun yang tampaknya tidak mungkin, bisa saja menjadi mungkin dalam dunia politik,” ujar Fickar.
Isu ini juga menyeret spekulasi tentang adanya kesepakatan politik antara PDIP dan pemerintahan Presiden Prabowo. Apalagi, PDIP menyatakan sikapnya sebagai “partai penyeimbang”, bukan oposisi total terhadap pemerintah.
Meski dibebaskan dari hukuman, posisi Hasto dan penyitaan barang bukti tetap relevan dalam penyelidikan lebih lanjut. KPK menegaskan tidak akan membiarkan upaya penegakan hukum terhenti hanya karena keputusan politik.
“KPK ingin secepatnya menuntaskan perkara ini. Jangan sampai negara kalah oleh korupsi,” tutup Budi.
