BPKN Harap PPATK Tinjau Ulang Pemblokiran Rekening Nasabah

Laporan: Tio Pirnando
Kamis, 31 Juli 2025 | 17:51 WIB
Ketua BPKN Mufti Mubarok. (SinPo.id/Istimewa)
Ketua BPKN Mufti Mubarok. (SinPo.id/Istimewa)

SinPo.id - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) untuk meninjau ulang kebijakan pemblokiran rekening tidak aktif selama tiga bulan atau rekening dormant. Karena, kebijakan itu berpotensi merugikan  hak-hak konsumen.

"Tidak semua rekening yang tidak aktif adalah rekening mencurigakan. Banyak masyarakat yang menyimpan dana untuk kebutuhan jangka panjang atau tabungan darurat," kata Ketua BPKN Mufti Mubarok dalam keterangannya, Kamis, 31 Juli 2025. 

BPKN akan menyampaikan nota keberatan resmi kepada PPATK dan meminta audiensi bersama lintas otoritas guna membahas dampak kebijakan ini secara menyeluruh, termasuk memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai prosedur penonaktifan rekening yang aman dan adil.

"Kami meminta kebijakan ini ditangguhkan, atau bahkan dicabut, sampai ada mekanisme yang jelas, transparan, dan tidak merugikan konsumen," ujarnya. 

Mufti menilai, kebijakan ini  dapat menimbulkan keresahan di tengah masyarakat dan berpotensi merugikan hak-hak konsumen di sektor jasa keuangan, khususnya nasabah perbankan.

Di sisi lain, kebijakan itu juga bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam UU itu menyebutkan, konsumen memiliki hak-hak seperti hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa (Pasal 4 huruf a), hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan (Pasal 4 huruf c); serta hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa (Pasal 4 huruf d).

Oleh karenanya, Mufti menganggap, kebijakan pemblokiran sepihak atas dasar ketidakaktifan akun selama tiga bulan  melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas yang seharusnya dijunjung tinggi oleh lembaga keuangan.

"Tidak adanya notifikasi atau pemberitahuan resmi kepada nasabah sebelum pemblokiran dilakukan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak konsumen atas informasi dan kepastian layanan," paparnya. 

Mufti lantas mengingatkan akan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 29 ayat (2) menyebutkan bahwa bank wajib merahasiakan data nasabah dan memberikan layanan secara adil dan proporsional.

Karena itu, pihaknya turut menyoroti potensi penyalahgunaan wewenang serta lemahnya pengawasan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Pemblokiran yang tidak melalui mekanisme peringatan, klarifikasi, atau konfirmasi kepada nasabah dianggap bertentangan dengan asas legalitas dan asas kehati-hatian (prudential principle) dalam sektor keuangan.

"Konsumen memiliki hak untuk diberitahu secara resmi dan diberi waktu yang cukup untuk mengaktifkan kembali rekening mereka," tukasnya. 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI