Wagub DKI: Krisis Iklim Momentum Bangun Kota Inklusif dan Berkeadilan
SinPo.id - Wakil Gubernur Jakarta Rano Karno menekankan, penanggulangan krisis iklim harus ditempatkan sebagai bagian dari strategi pembangunan sosial ekonomi yang adil dan inklusif.
Menurutnya, kebijakan iklim yang baik tidak hanya mengurangi emisi, tetapi juga memberdayakan masyarakat rentan.
“Penting untuk memastikan bahwa kebijakan iklim juga menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan, memperkuat layanan dasar, dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat,” kata Rano saat menghadiri pertemuan Urban Climate Action Programme (UCAP) Climate Action Implementation (CAI) Regional Convening di Jakarta, Kamis, 24 Juli 2025.
Menurut Rano, kawasan perkotaan seperti Jakarta kini berada di persimpangan krusial. Di satu sisi, aktivitas urban menjadi penyumbang utama emisi gas rumah kaca. Di sisi lain, kota juga menyimpan potensi besar sebagai penggerak perubahan.
“Penduduk kota memegang peran strategis dalam transformasi menuju masa depan yang berkelanjutan,” ujarnya.
DIa mencontohkan bagaimana kota-kota di Asia Tenggara mulai memimpin dalam agenda iklim. Jakarta, kata dia, telah memperluas ruang terbuka hijau, menerapkan regulasi bangunan hijau, dan mengembangkan transportasi rendah emisi seperti MRT, LRT, dan bus listrik Transjakarta.
Sementara itu, Kuala Lumpur telah menetapkan cetak biru masyarakat rendah karbon 2030, yang diproyeksikan menyumbang hingga 70 persen mitigasi karbon kota. Di sisi lain, Quezon City di Filipina tengah membangun kerangka strategis ketahanan iklim untuk mendorong netralitas karbon dan membentuk komunitas hijau.
Rano menyebut pertemuan delegasi regional ini menjadi panggung penting untuk memperkuat solidaritas kota-kota besar di ASEAN dalam menghadapi ancaman iklim secara kolektif.
“Kita dipersatukan untuk meningkatkan kesadaran tentang krisis iklim, kenaikan air laut, gelombang panas ekstrem, dan ancaman terhadap kesehatan warga. Ini bukan sekadar isu, tapi kenyataan yang kita hadapi hari ini,” ujarnya.
Lebih jauh, Rano melihat krisis iklim sebagai pengingat pentingnya arah pembangunan yang berpihak pada keseimbangan lingkungan dan keadilan sosial.
“Kebijakan iklim yang baik harus menciptakan manfaat langsung bagi masyarakat bawah, bukan hanya menargetkan angka emisi,” kata dia.

