MPR: Empat Pilar Harus Diterjemahkan dalam Kehidupan Sehari-hari
SinPo.id - Ketua Fraksi PKB MPR RI, Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz, menegaskan pentingnya pemahaman dan penerapan Empat Pilar MPR RI dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demikian disampaikan Neng Eem dalam Diskusi Konstitusi dan Demokrasi Indonesia dengan tema 'Menterjamahkan Makna 4 Pilar Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara'.
Menurutnya, sosialisasi Empat Pilar yang meliputi Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika masih sangat relevan untuk dilakukan hingga ke pelosok negeri.
"Program sosialisasi Empat Pilar ini memang sudah berjalan sejak lama dan menyentuh berbagai wilayah Indonesia. Namun dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung berkurang," kata Neng Eem di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 23 Juli 2025.
Neng Eem menduga berkurangnya intensitas sosialisasi disebabkan oleh keberadaan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang kini berada di ranah eksekutif. Meski demikian, kata dia, sosialisasi Empat Pilar oleh MPR tetap penting karena dilaksanakan langsung oleh anggota DPR dan DPD RI.
"Anggota MPR bisa langsung menjangkau masyarakat di daerah pemilihannya, bahkan di luar dapilnya, sehingga penyebarannya lebih luas. Ini menjadi ruang dialog antara wakil rakyat dan masyarakat," tegasnya.
Dalam setiap pertemuan, Neng Eem mengungkapkan para anggota MPR menjelaskan nilai-nilai dalam Pancasila agar mudah diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dia mencontohkan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, yang menurutnya sangat selaras dengan kehidupan beragama masyarakat Indonesia.
"Kalau kita menjalankan ajaran agama dengan baik, itu artinya kita sudah menjalankan sila pertama. Tidak ada pertentangan antara Pancasila dan agama mana pun yang diakui di Indonesia," kata dia.
Sila-sila lainnya, seperti Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, serta Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan, menurutnya sudah menjadi budaya yang hidup di tengah masyarakat.
Namun demikian, dia menyoroti bahwa banyak masyarakat yang merasa belum merasakan keadilan sosial sebagai makna dari sila kelima Pancasila.
"Banyak masyarakat yang berkata, 'Saya belum merasakan arti dari sila kelima'. Itu manifestasi bahwa keadilan sosial belum maksimal. Bahkan saya pribadi merasakan hal yang sama," ucap Neng Eem.
Dia juga menyoroti pentingnya memahami Bhinneka Tunggal Ika di tengah keberagaman bangsa. Menurutnya, perbedaan suku, agama, dan ras merupakan takdir yang harus dirangkai menjadi harmoni, bukan sumber konflik.
"Kalau dirangkai dengan baik, perbedaan itu akan menjadi keindahan. Setiap suku dan daerah punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan itu bisa saling melengkapi," katanya.
Mengenai tantangan terhadap NKRI, Neng Eem juga menanggapi fenomena generasi muda yang kerap dianggap kurang nasionalis. Dia menilai keresahan anak muda bukan berarti hilangnya rasa cinta Tanah Air.
"Misalnya saat mereka bilang ‘kabur aja dulu’ setelah lulus kuliah karena sulitnya cari kerja. Itu bukan berarti mereka tidak nasionalis, tapi justru refleksi kondisi sosial-ekonomi yang harus kita perhatikan," ujarnya.
Terkait Undang-Undang Dasar 1945, Neng Eem menegaskan bahwa UUD tetap menjadi konstitusi tertinggi selama belum diamandemen. Dia mengingatkan bahwa semua kebijakan dan keputusan hukum harus mengacu pada UUD sebagai sumber hukum tertinggi.
"Selama belum ada amandemen, maka UUD 1945 adalah rujukan utama. Itu harus menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," tegasnya.
Karenanya, dia berharap melalui sosialisasi yang lebih aplikatif dan menyentuh realitas masyarakat, makna Empat Pilar MPR RI tidak hanya dipahami.
"Tetapi juga dijalankan dalam kehidupan sehari-hari oleh seluruh rakyat Indonesia," kata Neng Eem.
