SAHI: UU Haji Harus Segera Direvisi karena Tak Lagi Relevan

SinPo.id - Ketua Umum DPP Silaturahmi Haji dan Umrah (SAHI) Abdul Khaliq Ahmad meminta pemerintah bersama DPR RI untuk sesegera mungkin melakukan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, demi menjawab kebutuhan zaman.
"Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah mendesak untuk segera direvisi karena sudah tidak relevan lagi dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat," kata Khalid dalam Acara Halal Bihalal di Jakarta, Sabtu, 12 April 2025.
Khaliq mengingatkan akan perpindahan kewenangan penyelenggaraan haji reguler dari Kementerian Agama (Kemenag) ke Badan Penyelenggara (BP) Haji pada musim haji 2026 mendatang, harus diperkuat diperhatikan penguatan kelembagaannya.
Dia menilai, pembentukan BP Haji yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden Prabowo, perlu ditopang oleh regulasi yang kuat. Harapannya agar efektivitas kelembagaan BP Haji bisa optimal dan mampu berperan dalam mengatasi berbagai masalah seputar pelaksanaan haji dan umrah yang terus berulang setiap tahun.
Sedangkan Kemenag, lanjut Khaliq, difokuskan pada pembinaan dan pendidikan keagamaan yang sangat dibutuhkan umat dalam rangka pengembangan literasi dan penguatan akhlak bangsa.
Untuk itu, SAHI mengusulkan agar Revisi UU Haji dan Umrah harus secara tegas dan rinci menyebutkan tugas pokok, fungsi dan kewenangan BP Haji sebagai lembaga negara di bawah Presiden. Kemudian, UU harus memuat digitalisasi haji dan umrah sejalan dengan kebijakan digitalisasi haji dan umrah Arab Saudi, Undang-Undanh harus memuat ketentuan mengenai pendaftaran haji yang dibuka sejak anak usia dini untuk mengatasi antrean panjang calon jemaah haji.
Berikutnya, UU harus memuat sanksi yang tegas dan keras terhadap pelanggaran ketentuan pelaksanaan ibadah umrah, seperti penipuan dan penelantaran untuk memberikan jaminan dan perlindungan hukum jemaah umrah, UU harus memuat ketentuan setoran awal yang rasional disuaikan dengan kenaikan biaya haji, inflasi, depresiasi rupiah terhadap dolar AS dan riyal Arab Saudi, dan biaya lainnya.
Selanjutnya, UU harus memuat ketentuan yang adil dan transparan dalam pembagian imbal hasil dari nilai manfaat dana setoran jemaah haji.
Dan, UU 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dilakukan secara paralel dengan Revisi UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
"Undang-Undang harus memuat kewenangan Badan Penyelenggara Haji, termasuk dalam mengelola keuangan haji. Oleh karena itu, kelembagaan Badan Pengelola Keuangan Haji dilebur dan diintegrasikan ke dalam Badan Penyelenggara Haji, serta undang-undang harus memuat ketentuan perlunya Komite Etik dan Pengawas Haji yang berasal dari pakar dan lembaga perhajian yang profesional dan kredibel," tukasnya.