Soal Waspada Rabies, Prof Tjandra: Semoga Dapat Dikendalikan, Tak Ada Korban

Laporan: Tio Pirnando
Sabtu, 22 Maret 2025 | 22:59 WIB
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama (SinPo.id/ Antara)
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama (SinPo.id/ Antara)

SinPo.id - Direktur Pascasarjana Universitas YARSI yang juga mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama berharap, agar kasus virus rabies di Indonesia, dapat dikendalikan dengan baik, dan tak ada korban jiwa. 

Hal itu disampaikan Prof Tjandra menanggapi Surat Edaran (SE) Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/C/508/2025 terkait kewaspadaan terhadap rabies.

"Semoga penyakit rabies (yang dulu dikenal sebagi anjing gila) dapat dikendalikan dengan baik di negara kita, dan jangan sampai ada korban yang terlantar pada anak bangsa," kata Prof Tjandra dalam keterangannya, Sabtu, 22 Maret 2025. 

Adapun tujuan SE Kemenkes, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat serta memperkuat langkah pencegahan penyakit yang masih menjadi ancaman kesehatan di Indonesia. Karena, berdasarkan data laporan bulanan zoonosis tahun 2024, tercatat 185.359 kasus gigitan hewan penular rabies (HPR) dan 122 kematian akibat rabies. Sementara itu, sejak Januari hingga 7 Maret 2025, dilaporkan 13.453 kasus gigitan HPR dan 25 kematian akibat rabies.

Menurut Tjandra, jika melihat data global,  rabies memang menjadi masalah kesehatan di lebih dari 150 negara dengan ribuan kematian tiap tahunnya. Dan, 49 persen diantaranya pada anak di bawah 15 tahun. 

Tjandra menguraikan tentang rabies yang perlu kenal. Penyakit ini disebabkan oleh virus, dan menular dari hewan sehingga disebut zoonotik. Karena zoonotik, maka diperlukan pendekatan Satu Kesehatan (One Health) untuk menanganinya. 

"Penyakit ini juga digolongkan dalam 'neglected tropical disease', penyakit menular di daerah tropik yang masih banyak diabaikan dan tidak mendapat perhatian yang diperlukan," ujarnya.

Dia menyampaikan, 99 persen kasus terjadi akibat gigitan atau cakaran anjing. Sebab itu, vaksinasi pada anjing merupakan upaya pencegahan yang sangat penting dan harus dilakukan secara intensif dan luas pada daerah-daerah yang memerlukannya, yang disebut "mass dog vaccination programs".

Selain itu, ia mengingatkan, bila seseorang tergigit atau tercakar anjing maka perlu segera melakukan pencucian luka yang benar. Lalu, pemberian vaksin manusia (human rabies vaccine) dalam bentuk post exposure prophylaxis (PEP), dan apabila diperlukan, diberikan rabies immunoglobulinsbantibodi monoklonal.

"Upaya yang cepat atas amat diperlukan. Karena kalau virus sudah mencapai susunan syaraf manusia dan menimbulkan gejala berat maka angka kematian dapat tinggi sekali, bahkan hingga mencapai 100 persen," paparnya. 

Dia mengingatkan, upaya pencucian luka, pemberian vaksin dan imunoglobulin akan mencegah penyebaran virus di tubuh manusia, sehingga tidak sampai ke susunan saraf dan tak menimbulkan penyakit berat dan kematian. 

"Dapat disampaikan disini bahwa di dunia setiap tahunnya ada lebih dari 29 juta orang yang mendapat vaksinasi rabies ini, akan baik kalau data penerima vaksin rabies di Indonesia juga disampaikan ke publik," ucapnya. 

Berikutnya, Tjandra menyampaikan, masa inkubasari rabies rata-rata berkisar antara 2–3 bulan, tetapi dapat bervariasi antara  seminggu sampai satu tahun. Perbedaan lama waktu inkubasi ini akan tergantung antara lain dari lokasi bagian tubuh yang digigit anjing, jumlah virus (viral load) dan lain-lain. 

"Ada dua jenis gambaran klinik rabies, yaitu 'Furious rabies' (pada sekitar 80 dari total kasus yang ada) yang lebih berat dan 'Paralytic rabies' (sekitar 20 persen kasus) yang relatif lebih ringan," tukasnya. 

Sebelumnya, Kemenkes menerbitkan  Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.02/C/508/2025 tentang Kewaspadaan terhadap Kasus Rabies. 

Menurut Plt Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit, drg. Murti Utami, sangat penting meningkatkan kewaspadaan di seluruh lapisan masyarakat serta fasilitas kesehatan.

"Rabies masih menjadi ancaman serius di Indonesia, terutama di wilayah endemis. Oleh karena itu, langkah pencegahan dan pengendalian harus diperkuat. Kami mengimbau masyarakat untuk segera mencuci luka gigitan dengan sabun dan air mengalir selama 15 menit, kemudian mengunjungi fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan Vaksin Anti Rabies (VAR) sesegera mungkin," ujar drg. Murti Utami

Selain itu, Kemenkes juga menekankan pentingnya surveilans dan koordinasi lintas sektor untuk mengendalikan populasi HPR. Dinas Kesehatan di seluruh Indonesia diinstruksikan untuk meningkatkan promosi kesehatan dan edukasi terkait rabies, memperkuat surveilans rabies dan pengendalian faktor risiko, memastikan kesiapan fasilitas kesehatan dalam menangani kasus gigitan HPR, serta melakukan pencatatan dan pelaporan kasus rabies secara berkala.

"Kami juga meminta fasilitas kesehatan untuk memastikan ketersediaan stok vaksin dan serum anti-rabies, agar masyarakat yang membutuhkan dapat segera menerima pengobatan tanpa kendala. Selain itu, pemilik hewan peliharaan wajib memberikan vaksinasi rabies secara rutin untuk mencegah penyebaran penyakit ini," kata drg. Murti Utami. 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI