PT MK Diminta Penuhi Undangan Mediasi Penyelesaian Tanah di Pondok Indah

SinPo.id - Lembaga Pembela Hukum (LPH) DPP GRIB JAYA, mendampingi puluhan orang ahli waris, melayangkan surat undangan kedua, ditujukan kepada Komisaris Utama dan Preadir PT Metropolitan Kentjana. Tbk, (PT MK), Siti Hartarti Murdaya dan Husin Widjaja, membahas penyelesaian ganti rugi atas tanah di kawasan Pondok Indah.
LPH GRIB JAYA sebagai kuasa hukum dari puluhan ahli waris Toton Cs berharap, pihak PT MK menghadiri undangan mediasi pada Senin, 24 Februari 2025, bertempat di Kantor DPP GRIB JAYA, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
"Kami tim hukum bersama ahli waris, kami minta supaya pihak PT Metropolitan Kentjana untuk berniat baik untuk bisa hadir memenuhi undangan kami yang kedua kali ini," kata Agustinus Nahak, kuasa hukum ahli waris, usai mengantar surat undangan di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Kamis, 19 Februari 2025.
Agustinus mengatakan, jika surat undangan kedua ini kembali tidak diindahkan, maka LPH GRIB JAYA, akan melakukan upaya-upaya hukum, baik secara non-litigasi maupun dengan cara litigasi. Sebab, kepemilikan tanah seluas 9,7 hektare itu telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Inkracht) berdasarkan Putusan Nomor: 55 PK/TUN/2003, tanggal 22 September 2004.
"Karena sejarah tanah ini benar-benar milik daripada klien lain kami sebagai ahli waris. Dan itu sudah ada putusan TUN yang sudah inkracht," kata Agustinus.
Oleh karena itu, LPH GRIB JAYA berharap PT MK beritikad baik untuk hadir memenuhi undangan, bertemu dengan para ahli waris menyelesaikan persoalan secara kekeluargaan.
Menurut Agustinus, para kliennya sudah sepantasnya menuntut agar hak-hak mereka dipenuhi sebagai ahli waris. Karena dalam persoalan tanah, ada yang dinamakan alas hak, sejarah, hinga latar belakangnya.
"Dan yang hadir ini ahli waris yang sah. Jadi kalau ada yang mengaku-ngaku ahli waris yang lain, ya itu sudah pasti kita akan pertanyakan legal standing-nya. Apakah dia punya alas hak yang sama. Apakah dia pernah ada putusan pengadilan yang sudah inkrach. Klien kami, ahli waris jelas yang sah. Bahwa kami sudah ngecek seluruh dokumen, ada putusan TUN, dan juga sebelumnya memang ada upaya-upaya untuk melakukan perdamaian," paparnya.
Disisi lain, LPH GRIB JAYA menyayangkan hingga saat ini PT MK belum beritikad baik untuk menyelesaikan persoalan ini secara kekeluargaan.
"Ada hak rakyat yang memang belum dipenuhi, harus dikembalikan hak-hak itu. Jangan sampai sudah menggunakan lahan orang, tetapi sampai saat ini sudah menikmati, tapi ahli waris sampai saat ini belum pernah mendapatkan haknya," tegasnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, kliennya sebagai ahli waris, pasti memiliki hak-hak keperdatan yang akan tetap melekat, tidak pernah hilang, selama haknya belum pernah diberikan.
"Jadi kami minta kepada PT. Metropolit dan Kencana untuk lebih baik, untuk bertemu dengan para ahli waris yang juga didampingi oleh LPH GRIB , para advokat yang ada di sini, kurang lebih hampir 60-an, untuk bisa lakukan komunikasi, negosiasi, dan mediasi. Selama itu tidak dilakukan, berdasarkan keputusan TUN yang sudah kami punya dan sudah ikrat, ahli waris boleh datang dan mengambil haknya di sini," kata Agustinus.
Dia mengingatkan PT MK akan pesan Presiden Prabowo Subianto bahwa semua milik rakyat, harus dikembalikan ke rakyat.
"Saya kembali lagi bahwa pemerintahan Pak Prabowo kali ini tidak ada lagi yang namanya menguasai lahan orang dengan kekuatan, dengan siapapun, tidak ada. Karena kebanyakan harus, mafia tanah harus diberantas. Harus diberantas," ucapnya.
Seusai menyerahkan surat undangan pembahasan penyelesaian ganti rugi di kantor PT Metropolitan Kentjana. Selanjutnya, Keluarga Ahli waris dan para kuasa hukum melanjutkan perjalanan ke kediaman Komisaris Utama PT Metropolitan Kentjana, Hartati Murdaya di kawasan Menteng, Jakarta.
Adapun kedatangan mereka yaitu untuk mengantarkan surat penyelesaian ganti rugi atas penggunaan tanah tersebut.
Sebagai informasi, sebelumnya keluarga Toton CS memiliki tanah seluas 432.887 meter persegi di Kelurahan Pondok Pinang, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sejak 1958. Pada 1961, tanah tersebut disewa oleh PT Metropolitan Kentjana.
Meski seluruh tanah disewa oleh perusahaan tersebut, Surat Keterangan Menteri Agraria Nomor 198 Tahun 1961 hanya meminta PT Metropolitan Kentjana untuk mengganti rugi tanah Toton CS sebesar 97.400 meter persegi.
Kasus sengketa tanah semakin sengit ketika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang saat itu dipimpin oleh Gubernur DKI R Soeprapto menerbitkan Surat Izin Penunjukan Peruntukan Tanah (SIPPT) nomor Da II/19/1972 Tahun 1972 di area tanah milik Toton CS kepada PT Metropolitan Kentjana. Artinya, Pemprov DKI mengizinkan perusahaan tersebut menggunakan tanah milik Toton CS.
Hingga 1978, PT Metropolitan Kentjana tidak kunjung memberikan ganti rugi kepada ahli waris Toton.
Namun, empat tahun kemudian, Pemprov DKI justru bekerja sama dengan PT Metropolitan Kentjana untuk mengembangkan Wilayah Pondok Indah. Kerjasama itu semakin diperpanjang oleh Pemprov DKI melalui Surat Nomor 2040/072 pada 1997.
Pada 1996, Gubernur DKI Jakarta Soerjadi Soedirja meminta PT Metropolitan Kentjana membayar ganti rugi kepada ahli waris Toton lewat Surat Nomor 3186/073.3.
Pembayaran ganti rugi itu juga didorong Keputusan Menteri Agraria BPN pada 1999 yang mengharuskan PT Metropolitan Kentjana mengganti tanah ahli waris.
Kepmen Agraria itu digugat oleh Direktur PT Metropolitan Kentjana, Subagja Purwata ke Mahkamah Konstitusi pada 2002.
Gugatan ditolak hingga perusahaan yang termasuk dalam Pondok Indah Group itu mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. kasasi kembali ditolak oleh MA. Peninjauan kembali sengketa itu juga ditolak oleh Putusan Perkara Peninjauan Kembali Tata Usaha Negara pada 2004.
Meski demikian, hingga kini, PT Metropolitan Kentjana tak kunjung membayarkan kewajibannya kepada ahli waris Toton.