Klaim Rokok Elektronik Lebih Aman Patut Diwaspadai

Laporan: Tim Redaksi
Selasa, 06 Mei 2025 | 18:30 WIB
Ilustrasi rokok elektronik (SinPo.id/ Dok. RUKKI)
Ilustrasi rokok elektronik (SinPo.id/ Dok. RUKKI)

SinPo.id - Sejumlah organisasi kesehatan dan pakar komunikasi menyuarakan keprihatinan terhadap maraknya upaya normalisasi penggunaan berbagai jenis rokok elektronik di Indonesia melalui klaim-klaim menyesatkan yang tidak didukung oleh bukti ilmiah independen.

Mereka menegaskan klaim keliru tersebut berisiko meningkatkan penggunaan rokok elektronik di kalangan anak dan remaja. Padahal kelompok ini seharusnya mendapat perlindungan.

Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Eni Maryani menyoroti narasi yang dibangun oleh sejumlah lembaga, yang kerap mengklaim adanya potensi manfaat kesehatan dari produk rokok elektronik. Pasalnya klaim tersebut tidak didukung bukti ilmiah yang kuat dari beragam sumber.

"Klaim-klaim semacam ini sangat berbahaya karena dapat mengaburkan persepsi publik tentang rokok elektronik. Terdapat bukti-bukti ilmiah yang independen dan justru menunjukkan bahwa rokok elektronik tetap membawa risiko serius terhadap kesehatan," kata Eni dalam keterangannya, Selasa, 6 Mei 2025.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Dr. dr. Feni Fitriani Taufik, Sp.P(K), M.Pd.Ked turut memperingatkan penggunaan rokok elektronik tidak bebas dari bahaya. Menurutnya, paparan bahan kimia berbahaya dalam aerosol rokok elektronik dapat menyebabkan penyakit paru seperti bronchiolitis obliterans (popcorn lung), penurunan fungsi paru, dan risiko penyakit kardiovaskular.

Menurut Feni, klaim rokok elektronik dapat membantu perokok berhenti merokok juga keliru. Penelitian terbaru yang dirilis pada April 2025 oleh para peneliti dari Johns Hopkins University mengungkapkan hanya 0,08 persen pengguna yang berhasil berhenti menggunakan semua produk tembakau dengan bantuan rokok elektronik.

Sementara itu, risiko yang ditimbulkan dari penggunaan rokok elektronik bagi generasi masa depan sangat besar, di mana sebagian besar pengguna baru anak muda. Dari jumlah tersebut, 77,8 persen di antaranya sebelumnya belum pernah menggunakan produk tembakau apa pun.

"Bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan rokok elektronik jauh lebih besar dibandingkan manfaatnya bagi generasi masa depan Indonesia," tegasnya.

Senada dengan PDPI, Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau (PPAT) Kementerian Kesehatan RI, Benget Saragih, menegaskan pihaknya tidak menganggap rokok elektronik, termasuk produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco product), sebagai solusi untuk berhenti merokok.

“Fokus utama kami tetap pada pencegahan dan penghentian penggunaan semua produk tembakau, bukan pada substitusi antar produk yang tetap mengandung risiko seperti pendekatan pengurangan risiko (harm reduction),” ujar Benget.

Lebih jauh, Sekretaris Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI), Mohammad Ainul Maruf mengingatkan tentang potensi kuat campur tangan industri rokok dalam membentuk narasi publik.

"Industri tembakau terus berupaya membentuk opini bahwa produk mereka lebih aman, padahal risiko kesehatannya tetap nyata. Kita harus waspada terhadap upaya manipulasi ini dan melindungi proses pembuatan kebijakan dari pengaruh korporasi yang hanya mengejar keuntungan," tegas Maruf.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI