AJI Jakarta-LBH Pers Kecam Kekerasan terhadap Jurnalis di Sidang Vonis SYL

Laporan: Tim Redaksi
Jumat, 12 Juli 2024 | 14:13 WIB
Eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) saat menggikuti sidang putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis, 11 Juli 2024. (Ashar/SinPo.id)
Eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) saat menggikuti sidang putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis, 11 Juli 2024. (Ashar/SinPo.id)

SinPo.id - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam keras terjadinya kekerasan terhadap sejumlah jurnalis oleh sekelompok diduga organisasi masyarakat (ormas) saat meliput sidang vonis terdakwa eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis, 11 Juli 2024.

“AJI Jakarta mengecam kekerasan yang dilakukan sejumlah pendukung mantan Mentan SYL terhadap jurnalis,” ujar Ketua AJI Jakarta Irsyan Hasyim di Jakarta pada Jumat, 12 Juli 2024.

Irsyan menjelaskan bahwa jurnalis dilindungi Undang-Undang (UU) Pers dalam menjalankan tugasnya. Dalam Pasal 4 ayat (3) UU Pers menyatakan, ‘Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.’

Sementara, Pasal 18 UU Pers telah memuat sanksi pidana terhadap setiap orang yang secara melawan sengaja menghambat atau menghalangi pelaksanaan tugas jurnalis.

Peristiwa kekerasan itu terjadi saat SYL hendak memberikan keterangan pers usai sidang digelar. Namun sekelompok ormas yang memadati lokasi disebut menghalangi proses peliputan awak media sehingga memantik kericuhan.

Saat kejadian itulah, juru kamera Kompas TV Bodhiya Vimala menceritakan sempat dikejar, ditendang, dan dipukul oleh sejumlah pria diduga ormas tersebut. Bodhiya berusaha menghindar dari kejaran itu.

“Memang saya sempat dikejar sama ormas. Dari sebagian ormas itu, tadi yang saya lihat ada tiga orang ngejar saya. Mukul, nendang segala macam, berbuat seperti itu,” kata Bodhiya.

Bodhiya mengaku mengalami kerugian kerusakan kamera. Ia kini telah membuat laporan atas kejadian itu ke Polda Metro Jaya.

Jurnalis TV One, Firdaus (38), juga mengaku mengalami kekerasan dari polisi usai SYL keluar dari ruangan sidang. Firdaus menyebut, aksi dorong-dorongan sudah terjadi sejak di dalam ruangan sidang.

“Ketika ‘chaos’, saya kebawa arus ke belakang, dan ada dorong-dorongan antarpolisi, ormas, dan wartawan karena ruangan itu penuh orang. Akhirnya saya jatuh dan LCD kameranya rusak. LCD kamera rusak dan tripod saya mengenai orang lain di belakang saya,” kata Firdaus.

Ketika Bodhiya dikejar kelompok ormas, Firdaus juga berinisatif merekam kejadian dan berusaha melerai.

Korban lain, juru kamera MNC TV, Dede Rudi (38), mengatakan Ia bersama teman reporter perempuan dari Sea Today yang tidak ia kenali namanya ikut terjatuh akibat berdesak-desakan dan dorong-dorongan pada kejadian itu. Tripodnya hancur dan mengalami luka.

“Reporter perempuan itu menangis, Sedangkan lutut saya luka berdarah dan memar” katanya.

Oleh karena itu, AJI Jakarta menyatakan sikap sebagai berikut:

1.⁠ ⁠⁠Mengecam intimidasi pada jurnalis meliput sidang putusan SYL. Pekerjaan-pekerjaan jurnalistik yang dilakukan jurnalis merupakan bagian dari kepentingan publik.

2.  ⁠Mendesak Kapolri dan Kapolda Metro Jaya serta jajarannya mengusut kasus kekerasan dan intimidasi jurnalis yang menghambat jurnalis dalam mencari informasi yang telah diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers Nomor 40/1999.

3.⁠ ⁠⁠Mengimbau kepada semua pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers di Indonesia. Jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh hukum sesuai Pasal 8 UU Pers Nomor 40/1999.

4.⁠ ⁠⁠Meminta kepada kantor media untuk menjamin dan memantau keselamatan jurnalis yang meliput ke lapangan, khususnya kasus-kasus yang berpotensi menimbulkan ancaman fisik maupun psikis.

5.⁠ ⁠⁠Dalam asas kebebasan pers, apabila ada pihak yang merasa tidak puas atau merasa dirugikan akibat pemberitaan, hendaknya menggunakan hak jawab dan koreksi, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir 11 UU Pers Nomor 40/1999 yang berbunyi, “Hak jawab adalah hak seseorang atau kelompok untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya”.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI