Anggota DPR Sebut Disverifikasi Pangan Indonesia Masih Lemah
SinPo.id - Anggota Komisi IV DPR RI, Rokhmin Dahuri, menyebut disverifikasi pangan Indonesia masih lemah lantaran baru memanfaatkan sekitar 25 spesies pangan, jauh tertinggal dibanding Tiongkok yang telah mengonsumsi lebih dari 125 spesies.
Menurutnya, kondisi tersebut merupakan sebuah ironi mengingat Indonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi kedua di dunia, dan diversifikasi pangan merupakan salah satu pilar utama kemandirian dan ketahanan pangan.
Namun, ketergantungan pada hanya tiga komoditas besar seperti padi, jagung, dan kedelai, membuat Indonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim, fluktuasi harga global, dan gangguan distribusi.
Sehingga revisi RUU Pangan harus memberi perhatian khusus terhadap perluasan konsumsi pangan lokal seperti sorgum, sagu, umbi-umbian, talas, kacang-kacangan, hingga pangan laut yang selama ini belum mendapatkan tempat strategis dalam kebijakan pemerintah.
“Kita selama ini terlalu fokus pada beras. Padahal negara lain berkembang karena memperluas basis pangan, bukan menyempitkannya. Keberagaman pangan adalah kekuatan,” kata Rokhim, dalam keterangan persnya, Selasa, 18 Maret 2025.
Ia menilai, Indonesia haruz bergerak cepat mengingat dampak perubahan iklim dapat mengancam produksi padi nasional dalam beberapa tahun ke depan. Terlebih negara-negara maju memiliki strategi agresif dalam mengembangkan sumber pangan alternatif.
Oleh sebab itu, pihaknya mendorong Panja RUU Pangan untuk memasukkan kebijakan diversifikasi berbasis riset, insentif pasar, dan edukasi konsumsi masyarakat sebagai bagian dari rancangan regulasi baru.
“Kalau kita tidak segera melakukan diversifikasi, risiko krisis pangan akan semakin besar,” katanya menambahkan.
