Baleg DPR-JK Rapat Bahas RUU Pemerintahan Aceh

Laporan: Juven Martua Sitompul
Kamis, 11 September 2025 | 17:21 WIB
Baleg DPR menggelar Raker dengan Wapres ke-10 dan 12 Jusuf Kalla membahas RUU Pemerintahan Aceh (Ashar/SinPo.id)
Baleg DPR menggelar Raker dengan Wapres ke-10 dan 12 Jusuf Kalla membahas RUU Pemerintahan Aceh (Ashar/SinPo.id)

SinPo.id - Badan Legislasi DPR RI menggelar rapat dengan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK) dalam rangka penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

"Pertama-tama kami ucapkan selamat datang dan terima kasih kepada Bapak Jusuf Kalla yang didampingi oleh Prof Hamid," kata Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan ketika membuka rapat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 11 September 2025.

JK hadir di ruangan rapat Baleg DPR RI dengan didampingi mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada era Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yakni Hamid Awaluddin.

Legislator dari Fraksi Partai Gerindra itu menjelaskan bahwa revisi terhadap Undang-Undang Pemerintahan Aceh dilakukan sebagai tindak lanjut atas beberapa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan sejumlah pasal dalam undang-undang tersebut.

Selain itu, revisi tersebut juga bertujuan menyelaraskan dengan peraturan perundang-undangan nasional lainnya, seperti UU Pemerintahan Daerah, UU Pemilu, dan UU Desa.

Secara filosofis, dia menjelaskan bahwa revisi ini mencerminkan komitmen negara dalam melindungi dan memajukan kesejahteraan masyarakat Aceh, serta menjaga perdamaian yang telah dicapai melalui MoU Helsinki.

Atas hal itu, dia mengatakan DPR memerlukan pandangan dari JK sebagai tokoh negarawan. MoU Helsinki atau Perjanjian Helsinki pun terjadi pada saat JK menjabat sebagai Wakil Presiden.

"Kami harapkan masukan pandangan dari yang terhormat Bapak Jusuf Kalla terhadap substansi pengaturan yang mencakup penguatan kewenangan Pemerintahan Aceh, pengelolaan sumber daya alam, dana otonomi khusus, partai politik lokal, serta penyesuaian kelembagaan dan peraturan daerah," katanya.

Menurut dia, substansi-substansi perubahan itu pun dilakukan untuk mencerminkan semangat perdamaian MoU Helsinki dan kebutuhan masyarakat Aceh.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI