Legislator: RUU Komoditas Strategis Harus Jadi Instrumen Regulasi yang Perkuat Posisi Petani

Laporan: Galuh Ratnatika
Rabu, 03 September 2025 | 11:31 WIB
Ilustrasi. DPR gelar rapat paripurna sahkan RUU perubahan ketiga tentang haji dan umrah menjadi UU (Ashar/SinPo.id)
Ilustrasi. DPR gelar rapat paripurna sahkan RUU perubahan ketiga tentang haji dan umrah menjadi UU (Ashar/SinPo.id)

SinPo.id - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Firman Soebagyo, mengatakan RUU Komoditas Strategis harus menjadi instrumen regulasi yang mampu mendorong kemandirian industri nasional, memperkuat posisi petani, dan mengoptimalkan kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional.

Ia pun menekankan pentingnya peran pemerintah dalam mendukung hilirisasi dan pelindungan komoditas strategis, dalam rangka untuk meningkatkan nilai tambah serta daya saing produk pertanian dan perkebunan Indonesia.
 
“Pengembangan hilirisasi, peningkatan nilai tambah, dan daya saing komoditas perkebunan melalui pengolahan produk di dalam negeri adalah kunci. Selama ini kita hanya puas mengekspor hasil perkebunan dalam bentuk raw material,” kata Firman, dalam keterangan persnya, dikutip Rabu, 3 September 2025.

Menurutnya, komoditas strategis seperti kelapa sawit, kakao, kopi, tebu, karet, dan singkong memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Namun singkong perlu ditetapkan sebagai komoditas strategis karena multifungsi dan bisa menjadi bahan baku pangan, etanol, hingga kertas.

“Kalau ini diatur dengan baik, akan menumbuhkembangkan perekonomian kita. Di Lampung, Jawa Tengah, hingga Sulawesi Selatan sudah ada pengembangannya,” ungkapnya.

Lebih lanjut, kata Firman, ada beberapa langkah konkret yang perlu dilakukan pemerintah. Pertama, mendorong hilirisasi industri, agar produk perkebunan diolah di dalam negeri. Kedua, mengatur kebijakan impor dan ekspor, secara ketat demi melindungi industri domestik. 

Ketiga, meningkatkan investasi dan lapangan kerja, melalui pengembangan industri hilir. Keempat, mengalokasikan anggaran, mendukung riset dan inovasi, serta meningkatkan kemampuan petani melalui pelatihan dan penyuluhan. Terakhir, memperluas akses petani terhadap kredit lunak agar tidak bergantung pada subsidi.

Selain itu, ia juga Ia juga menyoroti perlunya pemerintah mengendalikan regulasi dari hulu ke hilir, dan ekspor-impor secara serius, agar petani benar-benar merasakan manfaat pembangunan.

“Jangan sampai industrinya dikembangkan, tetapi kesejahteraan petani semakin merosot seperti sekarang ini,” tegasnya.

Oleh sebab itu, Firman menekankan urgensi pembahasan RUU ini dengan melihat kontribusi besar sektor perkebunan terhadap perekonomian nasional, dan ia berharap regulasi yang akan disusun dapat memberikan kepastian hukum dan dukungan nyata kepada petani dan pelaku industri.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI