Kemenag Optimis Sistem Deteksi Dini Bisa Cegah Konflik Keagamaan di Indonesia
SinPo.id - Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Sekretariat Jenderal Kemenag RI terus mematangkan sistem deteksi dini atau early warning system (EWS) untuk mencegah konflik sosial berdimensi keagamaan di Indonesia. Hal ini sesuai Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 924 tahun 2023 tentang Tim Pencegahan Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan Tingkat Pusat dan KMA Nomor 332 Tahun 2023 tentang Sistem Peringatan Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan.
"Kita ingin membangun ekosistem EWS. Sesuai arahan Bapak Sekjen, yang terpenting dari EWS ini adalah membangun ekosistemnya. Alhamdulillah, PKUB mencoba mengorkestrasi tugas ini secara sinergis dan kolaboratif lintas stakeholders," kata Kepala PKUB Setjen Kemenag, M Adib Abdushomad, dalam keterangannya, Rabu, 30 Juli 2025.
Doktor jebolan Flinders University Australia itu menjelaskan, selama ini unsur-unsur EWS telah tersebar di berbagai unit kerja Kemenag, seperti Ditjen Bimas Islam dan Balitbang Diklat (sekarang BMBPSDM).
Dan, PKUB kini berusaha mengonsolidasikan seluruh potensi tersebut menjadi satu sistem deteksi dini yang komprehensif dan terintegrasi.
"Kita ingin EWS menjadi satu kesatuan atas nama Kementerian Agama dalam rangka mendeteksi potensi yang bisa mengarah pada konflik," ujarnya.
Ia meyakini, jika EWS terbangun, maka berbagai konflik yang selama ini muncul bisa di mitigasi. "Sehingga tidak ada lagi persekusi atau kerusuhan yang mencederai bangunan kerukunan yang telah lama dibina," kata Adib.
Selain melalui teknologi, PKUB juga menempuh strategi sosial dan budaya untuk memperkuat kerukunan, seperti pendekatan melalui ruang-ruang perjumpaan dan dialog antartokoh lintas iman.
"Kami terus mengundang para tokoh umat beragama untuk duduk bersama dalam forum-forum dialog. Juga memperluas partisipasi dalam kegiatan keagamaan, tidak hanya ritual, tapi kegiatan sosial keagamaannya," tuturnya.
Adib mencontohkan pentingnya komunikasi dalam mencegah salah paham yang dapat memicu konflik. Ia merujuk pada kasus terbaru di Depok, Jawa Barat, dan Padang, Sumatra Barat, terkait rumah doa yang disalahpahami sebagai rumah ibadah formal lantaran minimnya komunikasi antara pemilik dan masyarakat.
"Padahal niat pendeta membangun rumah doa itu baik, yaitu untuk mendekatkan umatnya kepada ajaran agama. Tapi karena tidak ada informasi kepada RT/RW dan masyarakat, lalu terjadi kesalahpahaman," ucapnya.
Oleh karenanya, kasus-kasus semacam itu harus dicegah dengan memperkuat komunikasi dan membangun saluran informasi yang terbuka. Miskomunikasi tersebut akan terus diperbaiki agar masyarakat bisa saling mengenal dan menyapa di ruang-ruang perjumpaan.
Adib menambahkan, ekosistem EWS saat ini sudah hampir rampung dan akan diluncurkan secara resmi oleh Kemenag.
"Insya Allah, EWS ini segera kita launching setelah ekosistemnya fully coverage. Ini bentuk komitmen kita dalam menjaga kerukunan dan keutuhan NKRI," pungkasnya.

